Mudah Cemas? Coba Lakukan Detoksifikasi Sosial Media

mudah cemas

Sosial media tidak terlepas dari kehidupan generasi Z. Dibandingkan dengan generasi sebelumnya, generasi Z cukup lebih lihai menggunakan teknologi. Pada generasi atasnya, biasanya teknologi dan sosial media digunakan untuk hal yang penting saja.  Astuti dan Subandiah (2020) menyatakan bahwa generasi Z dan milenial rata-rata menghabiskan waktu lebih dari 5 jam dalam sehari, kemudian pada usia matang biasanya hanya menggunakan internet untuk keperluan bisnis serta kolega. Kemudian usia lanjut dan tua biasanya menggunakan internet untuk berbelanja secara daring.

Pada generasi Z, mereka menggunakan internet dan sosial media untuk beberapa hal. Pertama adalah mencari informasi penting dan agar tidak tertinggal dengan informasi terbaru. Kedua adalah sebagai ajang untuk promosi maupun branding diri, misalnya menjadi influencer maupun penggunaan sosial media untuk berbisnis. Ketiga adalah untuk hiburan. Bentuknya bermacam-macam dapat berupa menonton video lucu, chatting dengan teman, dan lainnya. Keempat adalah ajang untuk membagikan informasi kepada rekan misalnya dengan mengunggah foto terbaru dan lainnya.

Salah satu sosial media yang digandrungi dan naik daun adalah Instagram. Penggunaan Instagram ini ibarat bermata dua: jika digunakan dengan baik maka akan memberikan dampak positif. Sebaliknya, jika digunakan secara berlebihan akan menyebabkan beberapa dampak negatif bagi diri. Kristiawan dan Rakhmad (2021) yang meneliti pada 5 informan menyatakan bahwa terlalu berlebihan dalam menggunakan Instagram menyebabkan kecemasan, perasaan negatif misalnya takut, tidak percaya diri, iri hati, sedih, dan membandingkan diri dengan orang lain. 

Tak jarang, kita terkadang merasa baik-baik saja dan merasa cukup dengan diri sendiri. Namun, ketika menggunakan Instagram terlalu lama, maka beberapa perasaan negatif akan muncul. Mungkin kita merasa hidup kita terasa tidak sebahagia orang lain. Atau akhirnya membandingkan diri sendiri dengan orang yang kita lihat di Instagram: padahal kita pun terkadang tidak kenal dengan orang tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Astuti dan Subandiah (2020) menyatakan bahwa terdapat beberapa dampak negatif jika seseorang terlalu banyak bermain sosial media yaitu:
1. Rentan Frustrasi dan Mudah Iri
Hal ini disebabkan jangkauan sosial media terlalu luas. Sebelum adanya Instagram dan sosial media, mungkin kita hanya melihat teman di lingkungan sekitar saja. Namun, sejak terdapat sosial media, kita dapat melihat orang di belahan dunia manapun. Tidak terbatas. Baik orang yang kita kenal maupun tidak: mereka yang lebih bagus secara visual, lebih bagus secara akademik, lebih bahagia dari kita, dan lainnya. Ujung-ujungnya, kita membandingkan hidup kita dengan hidup mereka. Padahal, apa yang ditampilkan di sosial media hanya sepucuk dari kehidupan mereka seluruhnya.

2. Sosial Media Sebagai Sarana Penularan Emosi
Riset menunjukkan bahwa penggunaan Facebook yang terlalu berlebihan dapat memicu respon yang negatif. Hal ini dapat terjadi jika kita tidak mendapatkan respon atau komentar yang diharapkan.

3. Sosial Media Menyebabkan Kurangnya Hubungan Interpersonal Secara Tatap Muka
Penggunaan sosial media yang berlebihan menyebabkan seseorang lebih nyaman berkomunikasi secara daring daripada berkomunikasi secara langsung. Hal ini secara tidak langsung dapat menyebabkan keakraban menjadi berkurang.

4. Menyebabkan Sakit Kepala, Kram, Maupun Tidak Dapat Tidur
Hal ini dapat disebabkan oleh radiasi telepon yang menyebabkan otak kita terus terjaga sehingga susah tidur.

Jika kita mengalami lebih banyak hal negatif daripada hal positif, maka sudah sepatutnya kita harus mengendalikan teknologi dan internet. Bukan lagi kita yang dimainkan sosial media, tetapi kita yang mengatur penggunaan sosial media. Salah satu caranya adalah melakukan detoksifikasi sosial media/puasa sosial media.

Apa Itu Detoksifikasi Sosial Media?
Detoksifikasi berasal dari kata detox yaitu proses membuang racun atau hal yang tidak berguna pada tubuh. Pada kasus sosial media, detoksifikasi berarti membuang racun yang mengganggu mental kita. Secara sederhana, detoksifikasi berarti berhenti sejenak dan mengurangi intensitas dalam bermain sosial media. Detoksifikas dapat dilakukan jika kita merasakan stress maupun resah terhadap kehidupan orang lain di sosial media. 

Astuti dan Subandiah (2020) menambahkan bahwa detoksifikasi sosial media adalah waktu untuk menahan diri agar tidak menggunakan sosial media. Detoksifikasi sosial media dapat dilakukan oleh orang yang mengalami kecanduan sosial media dan membandingkan hidupnya dengan orang lain (menggunakan sosial media sebagai alat takar).

Bagaimana Cara Detoksifikasi Sosial Media?

1. Identifikasi Sosial Media dan Tetapkan Niat
Niat dan motivasi adalah hal yang paling utama. Selain niat, kita juga perlu melakukan identifikasi sosial media mana saja yang wajib dilakukan detoksifikasi. Pertimbangkan juga aspek sosial, ekonomi, dan lainnya. Misalnya ingin melakukan detoksifikasi Instagram: pikirkan juga apakah mempunyai bisnis di Instagram, apakah menggunakan Instagram sebagai media untuk mencari ide dan informasi, dan apakah menggunakan Instagram sebagai sumber utama komunikasi. Pikirkan juga apakah terdapat pihak tertentu yang merasa dirugikan ketika kita melakukan detoksifikasi sosial media. Tidak lucu jika kita berpuasa WhatsApp tapi ternyata semua grup kelas berada di sosial media tersebut. Bukan untung, malah buntung ketinggalan informasi!

2. Kurangi Intensitas Bermain Sosial Media
Setelah menelaah sosial media mana saja, maka kita wajib mengurangi intensitas bermain sosial media. Misalnya jika kita menggunakan Instagram 5 jam sehari maka kita dapat mengurangi intensitasnya menjadi 3 jam. Mengapa tidak menghapus Instagram sekaligus? Boleh-boleh saja menghapus Instagram, tetapi jika kita sudah terlalu kecanduan terhadap sesuatu, hal tersebut akan susah dilakukan. Ibaratnya, bermain Instagram sudah menjadi kebiasaan: sehingga salah satu solusinya adalah pengurangan intensitas. Berbeda jika kamu adalah tipe yang jarang bermain sosial media. Maka boleh saja langsung menghapus aplikasi. 

Ingat pepatah Jawa: alon-alon pasti kelakon. Sedikit-dikit pasti jadi bukit.

3. Cari Kesibukan Lain
Agar kita tidak terlalu kepikiran mengenai sosial media, maka kita wajib mengganti aktivitas bermain sosial media menjadi aktivitas lain. Misalnya mengisi waktu dengan membaca buku, bermain rubik, lego, merajut, dan lainnya.

4. Review Berkala
Lakukan review detoksifikasi secara berkala agar manfaat dari detoksifikasi lebih terasa. Misalnya jika ternyata pengurangan bermain sosial media dari 5 jam menjadi 3 jam tidak terlalu terasa. Maka kita dapat mengurangi intensitasnya menjadi 1 atau 2 jam.

5. Cari Teman Seperjuangan
Teman seperjuangan akan membantu proses detoksifikasi sosial media lebih ringan.

Apa Manfaat Dari Detoksifikasi Sosial Media?
Kristiawan dan Rakhmad (2021) dalam penelitian pada 5 informan mengenai detoksifikasi Instagram dengan cara deaktiviasi, menghapus aplikasi, dan pembisuan menyatakan bahwa dampaknya berupa perasaan lebih tenang, bersyukur, lebih baik dalam memandang sosial media, dan lebih produktif.

Bagaimana? Apakah tertarik untuk melakukan detoksifikasi sosial media? Ayo, jangan mau dipermainkan sosial media: ternyata kita dapat mengendalikannya!

Referensi:
Astuti, S. W. dan D. S. Subandiah. 2020. Detox media digital (sikap milenial terhadap detox media digital). J. Promedia. 6(2): 335-364.

Kristiawan, V. R. dan W. N. Rakhmad. 2021. Detoksifikasi instagram sebagai upaya penyelesaian kecemasan komunikasi pengguna. J. Interaksi Online. 9(3): 75-82.

Facebook
X
Threads
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Event Kami

Ruang Kata 4

Artikel Populer

Artikel Terkait

Translate »