Akhir Bulan: Mie Instan Adalah Solusi?

mie instan

Ah, akhir bulan. 

Bagi mahasiswa yang sedang merantau—juga bagi mayoritas orang di negara berkembang seperti Indonesia—ada hawa-hawa merinding yang dibawa oleh kata tersebut. Tidak peduli seberapa hati-hatinya kita dalam mengelola finansial, masalah keuangan tidak bisa diprediksi kapan datangnya. Pengeluaran-pengeluaran darurat seperti dana print, jilid makalah, atau hal seperti kuota internet kerap muncul tanpa memberi aba-aba. Duh. Mau minta uang keluarga tidak enak. Mau enggak makan kok lapar. 

Pasti pernah ada momen di mana kita mau tidak mau harus memutar otak untuk memastikan agar perut tidak kelaparan. Saat itu terjadi, kita jadi menyadari pentingnya menyetok mie banyak-banyak saat ada uang. Praktis, enak, dan murah, mie instan sering dijadikan penyelamat mahasiswa di akhir bulan.

Dari kecil kita kerap mendengar kabar tentang bahaya mie instan. Mulai dari pengawet hingga risiko tumor dan kanker, salah satu hobi Ibu adalah menakut-nakuti ketika melihat kita makan semangkok mie.

Apakah Mie Instan Berbahaya?

Risiko-risiko mie instan yang mengerikan teringat sampai dewasa. Di tiap seruputan kuah mie instan yang kental, terbayang kata-kata Ibu; Hush, jangan kebanyakan makan mie instan, bahaya! 

Waktu kecil dulu, sehabis masak mie Ibu selalu menyuruh untuk membuang air bekas rebusannya. Ganti pakai air baru dari termos saja, katanya, supaya pengawetnya berkurang. Tapi tahukah kamu, air bekas rebusan mi mengandung vitamin dan mineral penting?

Hal ini ada hubungannya dengan masalah gizi yang dihadapi Indonesia.

Menilik dari Kompas.com, per 2020, Indonesia menempati peringkat keempat dengan food waste atau mubazir makanan terbanyak di dunia. Meski demikian, masih ada masalah seperti stunting yang justru identik dengan kekurangan gizi. Di dalam mengatasi masalah tersebut, selain mengadakan sosialisasi-sosialisasi stunting di banyak posyandu, pemerintah Indonesia juga melakukan fortifikasi pada bahan pangan. Apa itu? 

Badan Standarisasi Nasional mendefinisikan fortifikasi sebagai metode penambahan vitamin dan mineral tertentu ke dalam bahan pangan sebagai peluang menyediakan pangan bergizi untuk seluruh lapisan masyarakat, khususnya bagi populasi rawan gizi. 

Jadi, jika kamu pernah bertahan hidup dengan makan mie instan di akhir bulan lalu kamu bertanya-tanya “Aduh, ini ada gizinya enggak, ya?” Jangan khawatir, pemerintah Indonesia memastikan kamu tetap akan mendapat vitamin dan mineral penting dari sebungkus mie instan yang kamu konsumsi. 

Kandungan Gizi Mie Instan

Selain vitamin dan mineral, apa saja kandungan lain mie instan?

Setiap makanan kemasan yang beredar di pasaran memiliki tabel informasi nilai gizi di belakang kemasan mereka. Kebanyakan orang mengabaikan label tersebut. Apalagi kalau sudah lapar. Makanan ya makan saja pokoknya!

Mengecek tabel gizi di belakang kemasan kerap dilakukan khususnya oleh mereka yang sedang diet untuk mengurangi berat badan. Gunanya untuk mengecek jumlah kalori makanan tersebut. Mengetahui jumlah persis kalori yang dikonsumsi per harinya penting dilakukan ketika sedang defisit kalori. 

Lantas, apakah membaca tabel gizi hanya bermanfaat bagi mereka yang sedang diet saja? 

Selain kalori, ada berbagai informasi lain yang ditawarkan tabel nutrisi makanan, seperti kandungan karbohidrat, lemak, gula, dan garam. Pada produk mie instan, misalnya, jika melihat pada informasi yang tertera di belakang bungkusnya, kita bisa melihat bahwa kandungan garam dalam satu porsi mie instan setara 1200-2400 mg bergantung pada merk.

Batas konsumsi garam yang disarankan oleh Kementerian Kesehatan RI adalah 2000 mg per harinya. Ini berarti, satu porsi mie instan sudah mencukupi asupan garam harian atau bahkan bisa melebihi tergantung dari jenis mie yang kita konsumsi. Konsumsi garam tinggi dalam jangka panjang dikaitkan erat dengan risiko penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi. Hipertensi sendiri merupakan salah satu faktor penyebab munculnya penyakit-penyakit mengerikan seperti stroke dan serangan jantung.

Ternyata Ibu benar.

Mie instan tidak dianjurkan dimakan secara berlebihan, apalagi sampai setiap hari. Sebagai penyelamat akhir bulan sesekali, mi instan bisa sangat membantu, mengingat kandungan karbohidratnya yang cepat membuat kenyang. Akan tetapi, tubuh kita tetap membutuhkan gizi seimbang. Tidak ada makanan kemasan yang bisa mengalahkan manfaat makanan-makanan alami seperti nasi dan sayur-sayuran. Apa itu berarti kita tidak boleh mengonsumsi makanan kemasan sama sekali?

Pentingnya Mengecek Kandungan Gizi Makanan

Mengecek informasi nilai nutrisi tidak hanya tentang memastikan jumlah kalori makanan saja, tetapi juga mengecek kualitas dan kuantitas nutrisi yang terkandung di dalamnya.

Dengan mengecek kandungan garam mie instan, misalnya, kita bisa memastikan agar tidak mengonsumsi garam secara berlebihan pada hari itu. Atau, kita juga bisa memilih-milih mi berdasarkan kandungan nutrisinya. Trend makanan sehat terus digaungkan belakangan ini, memunculkan banyak variasi produk mie instan baru dengan kandungan garam lebih rendah. 

Saat mengecek label nutrisi, seringkali ada keinginan untuk meminimalkan konsumsi-konsumsi nutrisi yang dianggap buruk, seperti misalnya lemak dan gula yang bisa mengakibatkan kenaikan berat badan jika dikonsumsi secara berlebihan. 

Akan tetapi, pada dasarnya, tidak ada nutrisi yang buruk sebab semua nutrisi tersebut dibutuhkan agar tubuh kita bisa berfungsi dengan baik. Hal terpenting untuk dilakukan adalah menyadari kebutuhan dan konsumsi nutrisi kita pribadi, kemudian memastikan kita mencukupi kebutuhan tersebut. 

Ketika mengecek kalori, karbohidrat, protein, lemak dan garam dalam makanan, kita tidak hanya sekadar membaca label saja, melainkan juga mengartikan bahasa kebutuhan tubuh kita. Pengetahuan ini membantu dalam membuat keputusan yang tepat terkait konsumsi makanan sehari-hari, menyelaraskan pilihan makanan dengan kebutuhan nutrisi kita yang unik. 

Selain itu, mengecek label gizi merupakan salah satu senjata untuk melatih moderasi. Ketika kita mengetahui apa yang dibutuhkan tubuh, konsep moderasi dan makan secukupnya menjadi lebih mudah dilakukan. Berbekal kesadaran baru ini, ketahuilah bahwa setiap gigitan adalah langkah menuju membangun diri yang lebih sehat dan seimbang.

Konklusi

Dalam konteks permasalahan gizi di Indonesia, ketika mencoba memahami tabel nutrisi, kita akan menemukan diri kita berada di persimpangan antara kesejahteraan individu, juga inisiatif untuk kesehatan masyarakat yang lebih luas.

Mie instan yang difortifikasi bukan hanya sebuah kebetulan atau eksperimen makanan belaka, melainkan langkah strategis pemerintah untuk mengatasi tantangan gizi yang ada di negara kita. Saat menguraikan label gizi di belakang kemasan, kamu tidak hanya sedang menguraikan angka-angka nutrisi saja. Ada narasi yang lebih luas di dalamnya.

Vitamin dan mineral yang terdapat dalam mie instan dan makanan kemasan lainnya bukan hanya angka abstrak, melainkan pondasi untuk membentuk masyarakat yang lebih sehat. Kesadaran dan pemahaman kita terhadap label nutrisi berkontribusi secara langsung terhadap keberhasilan inisiatif nasional ini, mengubah pilihan individu menjadi langkah kolektif menuju masyarakat yang berketahanan nutrisi.

REFERENSI

  1. https://www.kompas.com/sains/read/2021/08/09/140000423/hati-hati-ini-bahaya-mi-instan-bagi-kesehatan.
  2. https://hellosehat.com/nutrisi/fakta-gizi/bahaya-makan-mie-instan-setiap-hari/.
  3. https://www.brainacademy.id/blog/sejarah-dan-bahaya-mie-instan
Facebook
X
Threads
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Event Kami

IYD Challage 2024

Artikel Populer

Artikel Terkait

Translate »