Di balik gang Ledok Tukangan yang sempit yang terletak di dekat hiruk pikuk Kota Yogyakarta, ada sosok yang menghidupkan harapan dari sepetak tanah di bantaran Sungai Code. Ialah Mas Anang,pria yang tidak hanya bercocok tanam di tengah kota, tetapi juga menanam mimpi tentang masa depan kota yang lebih hijau.
Di tangannya—bersama komunitas anak muda setempat, lahan kosong yang terabaikan berubah menjadi kebun subur yang membawa dampak besar bagi lingkungan dan masyarakat. Siapa sangka, di balik senyum ramahnya, tersimpan kisah perjuangan dan harapan yang penuh inspirasi.
Ketekunan, kebijaksanaan, dan kepeduliannya menjadikan Mas Anang sebagai sosok inspiratif bagi kita semua.Yuk, kita mengenal beliau lebih dalam!
Hari itu, MinRise dan Mas Anang, duduk santai di pondok Kebun Kali Code, sesuai dengan janji bertemu yang telah direncanakan sebelumnya. Semilir angin bertiup pelan, ditemani dengan sinar mentari awal hari. Sejuk dan hangat. Pagi mengawali hari ini dengan sangat baik ternyata.
“Silakan duduk, Mbak. Duh, maaf ini tempatnya belum dibersihkan banget,” ujar Mas Anang mengawali percakapan pagi itu. MinRise tersenyum sambil menggeleng tanda tidak setuju. Pondok itu begitu nyaman dan asri dengan warna hijau di sekelilingnya. Pada detik selanjutnya, MinRise dan Mas Anang langsung mengobrol banyak tentang Kebun Kali Code, mulai dari awal berdiri hingga hari ini.
Sosok Mas Anang adalah sosok yang sudah tidak asing lagi di telinga warga Kampung Ledok Tukangan. Sejak duduk di bangku kuliah sekitar tahun 1999, ia sudah aktif mengorganisir berbagai kegiatan di Kampung Ledok Tukangan.
Inisiasi ini kemudian dilanjutkan dengan pembentukan komunitas pada tahun 2005. Kehadiran komunitas inilah yang kemudian menginisiasi lahirnya beragam ruang publik, termasuk Kebun Kali Code yang berdiri pada tahun 2019.
Menyulap Lahan Kosong Menjadi Sumber Harapan
Raut wajah Mas Anang tampak serius ketika menceritakan awal mula kegiatan urban farming di Kebun Kali Code. Kebun ini diupayakan untuk menciptakan ruang hijau di tengah kota serta merespon isu krisis iklim dan ketahanan pangan yang tengah mendunia.
Mas Anang melihat bagaimana keadaan ruang publik di daerahnya semakin terancam. Oleh karena itu, ia dan komunitasnya percaya bahwa kehadiran Kebun Kali Code ini akan memberikan manfaat besar bagi masyarakat.
Selain itu, keinginannya untuk mewujudkan ketahanan pangan lokal di kampungnya semakin menguat ketika melihat dampak perubahan iklim dan krisis ekonomi yang memengaruhi banyak orang di sekitarnya.
“Warga mengeluhkan harga sayuran mulai naik. Apalagi waktu pandemi, banyak warga sini yang mayoritas merupakan buruh di Malioboro kehilangan pekerjaannya. Makanya saat itu, kalau kita ingin survive, menanam adalah solusi yang paling benar karena pasti akan panen,” kata Mas Anang, menekankan pentingnya ketahanan pangan dalam menghadapi krisis.
Mas Anang lalu bercerita bahwa kegiatan pertama yang dilakukan di Kebun Kali Code adalah pembibitan tanaman. Hasil pembibitan tersebut kemudian dibagikan oleh Mas Anang dan komunitas anak muda kepada warga setempat secara gratis. Sayangnya, selama satu sampai tiga bulan pengamatan, Mas Anang melihat tidak ada budidaya tanaman yang dijalankan secara berkelanjutan oleh warga.
“Ternyata masalah utamanya itu terletak pada warga kota yang minim pengetahuan tentang pertanian atau bertani, Mbak. Inilah selanjutnya yang menjadi PR kami,” MinRise mengangguk paham, lalu kembali mendengarkan dengan seksama cerita tentang Kebun Kali Code yang akhirnya juga melahirkan kelas-kelas pelatihan pertanian kota ataupun pengolahan pupuk organik.
Selain mengajarkan teknik bertani di lahan sempit, Mas Anang juga kerap kali harus menjelaskan pentingnya mengonsumsi makanan organik kepada masyarakat. “Kami juga punya PR untuk terus mengingatkan dan memberikan pengetahuan tentang betapa pentingnya makanan organik,” ujarnya dengan penuh semangat. Hal ini tidak mudah.
Menurutnya, meskipun manfaat makanan organik begitu jelas bagi kesehatan dan lingkungan, banyak orang yang masih enggan beralih atau bahkan tidak memahami dampak buruk dari makanan yang diproduksi secara instan.
Perjuangan ini, bagi Mas Anang, adalah proses yang panjang. “Sampai hari ini, kesadaran akan makanan sehat dan organik masih susah sekali untuk ditanamkan,” tambahnya. Namun, dengan program-program kebun yang secara langsung melibatkan warga dalam proses produksi pangan, Mas Anang percaya lambat laun pemahaman ini akan tumbuh.
Menanam, Panen, dan Semangat Gotong Royong
Selain berupaya untuk mengajarkan tentang urban farming dan pentingnya makanan organik, Mas Anang dan komunitasnya juga berusaha untuk menanamkan semangat gotong royong dalam menjaga kebun. “Awalnya, orang berpikir bertani itu sekadar menanam dan memanen,” ceritanya sambil tersenyum. “Tapi lama-lama kami merasa, kok kesannya tidak berkelanjutan danselalu memberi bantuan, lalu pergi begitu saja. Nggak boleh begitu.”
Dari situlah muncul ide untuk mengubah cara pengelolaan kebun agar lebih berkelanjutan. Kebun Kali Code mulai menerapkan aturan sederhana: siapa yang ingin memanen, harus terlebih dahulu menanam. Bukan sekadar aturan, tetapi sebuah ajakan untuk terlibat lebih jauh dalam menjaga kehidupan di Kebun Kali Code.
Seiring waktu, keterlibatan warga pun meningkat. Tidak hanya soal menanam, tetapi juga menyirami dan merawat tanaman setiap hari. “Pagi dan sore, biasanya ada yang berkumpul untuk menyiram atau sekadar ngobrol sambil merawat kebun,” kata Mas Anang. Meski sistemnya kolektif—bergantung pada ketersediaan waktu dan tenaga juga kesadaran warga untuk terlibat perlahan muncul.
Walaupun masih ada yang hanya datang saat panen, Mas Anang tetap optimistis bahwa semangat kebersamaan itu akan terus berkembang. “Kadang memang ada yang datang pas panen saja,” tambahnya, “tapi itu wajar, karena dengan proses ini, pada akhirnya mereka akan lebih terlibat seiring waktu.”
Bagi Mas Anang, kunci dari keberhasilan kebun ini bukan hanya pada hasil panennya, melainkan juga pada tumbuhnya rasa memiliki dan kebersamaan di antara warga. Ini bukan hanya tentang bercocok tanam, melainkan membangun komunitas yang peduli pada lingkungan dan satu sama lain.
MinRise tersenyum kagum mendengar cerita Mas Anang. Sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling kebun, MinRise menyadari bahwa Kebun Kali Code ini telah menjadi sumber harapan bagi banyak orang. Perubahan besar yang terjadi bukan hanya dari segi hijau suburnya tanaman atau terpenuhinya kebutuhan pangan lokal, tetapi jauh melampaui itu.
Kebun Kali Code telah menjadi sumber inspirasi bagi berbagai inisiatif terkait lingkungan yang lebih besar. Salah satu contohnya adalah terkait penggunaan air bersih. Kata Mas Anang, Sungai Code ini sudah lama sekali terkontaminasi bakteri E.Coli dengan tingkat bakteri mencapai 600, bahkan hingga seribu.
Bakteri ini—yang bersumber dari limbah rumah sakit, hotel, dan fasilitas lain, perlahan tapi pasti telah mempengaruhi kesehatan masyarakat. Melihat kondisi ini, Mas Anang dan komunitas anak muda merencanakan pembangunan instalasi pengolahan air bersih. “Kami ingin menunjukkan bahwa air yang kita konsumsi harus berkualitas, karena 80% tubuh manusia itu terdiri dari air. Jika kita terus menggunakan air sumur yang tercemar E. Coli, maka hal itu seperti bom waktu,” ujar Mas Anang penuh keprihatinan.
Mas Anang dan Harapannya: Kebun Kali Code sebagai Urban Farming yang Inspiratif
MinRise benar-benar salut mendengar penuturan Mas Anang. Sungguh, Mas Anang adalah seseorang yang memiliki jiwa sosial dan kepedulian lingkungan yang amat tinggi. MinRise kemudian bertanya mengenai harapannya tentang masa depan urban farming di Kebun Kali Code. Dengan mata penuh semangat, ia kemudian menjawab bahwa ia percaya kalau urban farming bisa menjadi solusi nyata dalam menghadapi krisis pangan dan perubahan iklim yang semakin terasa.
“Sekecil apapun ruang yang kita punya, itu bisa jadi lumbung pangan. Kalau kita menanam organik, kita tahu apa yang kita makan, dan itu sehat. Ini penting bagi kita semua,” ungkapnya lagi, mengajak lebih banyak orang untuk sadar akan pentingnya pangan sehat di tengah dunia yang semakin tak terduga.
Tidak hanya soal menanam, tetapi Mas Anang juga menekankan bahwa proses urban farming mengajarkan hubungan manusia dengan alam. “Menanam itu seperti mengajari diri sendiri tentang bagaimana kita, sebagai manusia, harus berinteraksi dengan alam semesta. Tumbuhan pun hidup, mereka bagian dari kita,” katanya lagi.
Langkah berikutnya yang ia rencanakan bukanlah hal kecil. Mas Anang terus mendorong keterlibatan warga dalam kerja kolektif yang lebih luas. “Harapan saya, semakin banyak orang yang berani melakukan kerja-kerja kecil untuk lingkungan. Saling berbagi ilmu, saling mendukung,” tuturnya sambil tersenyum. MinRise membalas senyuman Mas Anang, sembari mengucapkan terima kasih dan meminta izin untuk berkeliling di Kebun Kali Code.
Sambil melihat-lihat, MinRise sekali lagi menyadari sesuatu yang luar biasa. Kebun Kali Code ini adalah lebih dari sekadar lahan tanam; kebun ini adalah ruang hidup yang bisa menginspirasi masyarakat untuk bangkit dan bertindak. Di sini, warga belajar, berkolaborasi, dan menemukan cara baru untuk hidup lebih selaras dengan alam.
Melalui visinya, Mas Anang telah menunjukkan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari langkah kecil; serta bahwa kerja kolektif dan kepedulian terhadap lingkungan bisa membawa perubahan positif. Kini, giliran kita untuk ikut bergerak. Kita semua bisa memulai dari apa yang ada di sekitar kita. Tanam sayuran di pot bekas ataupun buat kompos dari sisa makanan, semuanya adalah langkah yang baik.
Mari mulai langkah kecil ini sekarang. Bersama-sama, kita bisa menciptakan perubahan besar, menjadikan lingkungan kita lebih hijau, lebih sehat, dan lebih berkelanjutan. Masa depan yang lebih baik dimulai dari tindakan kita hari ini—kecil, tetapi berarti.