Sadar Iklim Bukan Hanya Estetik: Beyond Reusable Tumbler dan Tote Bag

Gaya hidup ramah lingkungan kini menjadi tren di kalangan orang muda. Membawa tumbler, memakai tote bag, hingga menggunakan skincare dengan label “natural” jadi bagian dari keseharian di kehidupan sekarang. Tapi pertanyaannya, apakah semua itu benar-benar bentuk kepedulian, atau sekadar mengikuti estetika media sosial?

Kepedulian terhadap lingkungan harus lebih dari sekadar gaya. Krisis iklim nyata adanya, dan butuh aksi nyata, bukan hanya simbolik. Artikel ini akan membahas pentingnya kesadaran iklim yang lebih mendalam, bahaya greenwashing, hingga tips sederhana untuk hidup lebih sadar iklim tanpa terjebak tren.

Tren Positif Green Lifestyle yang Perlu Diluruskan

Green lifestyle adalah gaya hidup yang bertujuan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Anak muda kini makin peduli dengan isu ini. Menurut Survei Katadata Insight Center (2022), sebanyak 60,5% konsumen membeli produk berkelanjutan atau ramah lingkungan karena ingin melestarikan bumi.

Namun, kepedulian ini sering kali bercampur dengan tren visual yang estetik, bukan karena pemahaman yang mendalam. Hal ini bisa mengarah ke greenwashing ketika produk atau brand terkesan “hijau”, tapi sebenarnya tidak.

Contoh Greenwashing:

  • Tas belanja outlet makanan cepat saji yang dijual dengan label “ramah lingkungan”, padahal dibuat dari bahan plastik tebal (polypropylene) yang justru sulit terurai di alam.
  • Produk fashion fast fashion yang menampilkan kampanye “Go Green” atau “Sustainable”, tapi tetap memproduksi barang secara masif dengan sistem yang boros air dan energi.
  • Label skincare alami yang sebenarnya tidak punya sertifikasi lingkungan, namun dipasarkan seolah-olah eco-friendly hanya karena desain kemasan yang “natural”.

Ini menunjukkan bahwa tidak semua yang terlihat hijau benar-benar hijau.

Krisis Iklim Itu Nyata, dan Sudah Terjadi di Sekitar Kita

Menurut IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change, 2023), suhu global telah meningkat 1,1°C sejak era pra-industri. Jika tidak ditangani serius, angka ini bisa naik hingga lebih dari 2°C di akhir abad. Dampaknya sudah dirasakan langsung oleh masyarakat Indonesia:

1. Banjir Lebih Sering Terjadi. 

Banjir besar melanda DKI Jakarta hampir setiap tahun. Menurut data BNPB (2024), lebih dari 500 kejadian banjir tercatat hanya dalam enam bulan pertama tahun itu. Hal ini diperparah oleh curah hujan ekstrem akibat pemanasan global.

2. Kekeringan di Wilayah Timur. 

Daerah seperti NTT dan NTB sering mengalami kekeringan panjang. Menurut Bappenas (2023), lebih dari 60% wilayah Indonesia berpotensi mengalami penurunan cadangan air bersih akibat perubahan iklim.

3. Gagal Panen di Daerah Pertanian

Petani di Jawa dan Sumatra mulai kesulitan memprediksi musim tanam. Curah hujan tak menentu menyebabkan sawah kekeringan atau justru kebanjiran. Menurut Kementan (2023), lebih dari 30.000 hektar sawah gagal panen akibat anomali cuaca.

Fakta-fakta ini membuktikan bahwa perubahan iklim bukan sekadar isu global, tapi sudah menjadi masalah lokal yang perlu direspons dengan serius.

Riset: Anak Muda Indonesia Peduli Soal Lingkungan dan Perubahan Iklim -  Konde.co

Cara Jadi Anak Muda Peduli Iklim Tanpa Terjebak Estetika

Lalu, bagaimana caranya agar kepedulian kita pada lingkungan tidak hanya sekedar gaya hidup estetik? Berikut beberapa langkah nyata yang bisa kamu lakukan:

1. Gunakan Barang yang Sudah Ada

Tidak perlu mengoleksi banyak tumbler atau tote bag. Cukup dua tumbler satu untuk air putih, satu untuk kopi atau teh dan satu tote bag yang awet sudah sangat cukup.

Faktanya: Produksi satu tumbler stainless steel membutuhkan energi yang setara dengan membuat 50 botol plastik. Artinya, kamu harus menggunakan tumblermu setidaknya 50 kali agar benar-benar lebih ramah lingkungan dibanding botol plastik sekali pakai (Source: https://www.treehugger.com/reusable-water-bottles-are-not-green-you-think-4858363 )

2. Bawa Kantong Belanja Sendiri

Kebiasaan membawa kantong belanja bisa mengurangi konsumsi plastik harian secara signifikan. Hindari membeli “tas belanja” dari outlet makanan karena banyak yang ternyata berbahan plastik keras yang tidak mudah terurai.

Tips: Gunakan tas dari bahan kain yang bisa dicuci dan digunakan ulang selama bertahun-tahun.

3. Kurangi Konsumsi, Bukan Ganti Produk

Esensi dari hidup berkelanjutan adalah mengurangi konsumsi. Jangan tergoda membeli produk baru hanya karena label “eco-friendly.” Barang terbaik adalah yang sudah kita miliki dan digunakan hingga habis.

Menurut UNEP (United Nations Environment Programme), sektor konsumsi rumah tangga menyumbang 60% dari total emisi gas rumah kaca secara global.

4. Teliti Sebelum Membeli

Sebelum membeli, cek apakah produk benar-benar punya dampak positif untuk lingkungan. Jangan hanya percaya dengan klaim “ramah lingkungan.” Cari tahu:

  • Siapa produsennya?
  • Apa sertifikasinya? 
  • Bagaimana proses produksinya?

Gunakan aplikasi seperti Ecolabel Index atau website seperti Good On You untuk mengecek keaslian klaim lingkungan brand tertentu.

5. Edukasi Diri dan Komunitas

Langkah paling berdampak adalah menyebarkan pemahaman. Ajak diskusi teman, keluarga, atau komunitas tentang perubahan iklim. Mulailah dari isu lokal yang dekat dengan mereka.

Semakin banyak orang yang paham isu iklim, semakin besar peluang perubahan sistemik.

 

Jadi Sadar Iklim Itu Lebih dari Sekadar Estetik

Hidup sadar iklim bukan soal punya tumbler warna-warni atau tote bag dengan desain lucu. Itu baru langkah awal. Yang terpenting adalah konsistensi, kesederhanaan, dan kesungguhan dalam mengubah gaya hidup.

Anak muda punya kekuatan besar untuk mendorong perubahan. Tapi kekuatan itu akan lebih bermanfaat jika digunakan secara tepat bukan hanya demi konten media sosial, tapi untuk bumi yang lebih layak huni di masa depan.

Baca juga artikel serupa tentang “Bagaimana Menjadi Orang Muda Yang Berani Melawan Krisis Iklim?” di: https://healtheroes.id/berani-lawan-krisis-iklim/

Jadi, sudah siap untuk hidup lebih sadar iklim tanpa drama, tanpa greenwashing?

 

Penulis: Tri Pinesty

Referensi

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2024). Data Bencana Alam Indonesia: https://eos-com.translate.goog/blog/natural-disasters-2024/?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=sge#:~:text=Bencana%20Alam%202024:%20Banjir,lebih%20tinggi%20di%20seluruh%20dunia

Bappenas. (2023). Rencana Aksi Adaptasi Perubahan Iklim Nasional: https://www.tempo.co/ekonomi/kepala-bappenas-nilai-perubahan-iklim-berpotensi-menyebabkan-kerugian-negara-rp-22-8-triliun-per-tahun-153563 

Intergovernmental Panel on Climate Change. (2023). Sixth Assessment Report: https://www-ipcc-ch.translate.goog/2021/08/09/ar6-wg1-20210809-pr/?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=sge#:~:text=Pemanasan%20lebih%20cepat&text=Laporan%20tersebut%20menunjukkan%20bahwa%20emisi,1%2C5%C2%B0C%20pemanasan

Katadata Insight Center. (2022). Laporan Tren Green Consumer Indonesia: https://www.instagram.com/p/ClabyGHBgv0/?utm_source=ig_web_copy_link&igsh=MzRlODBiNWFlZA== 

UNEP. Consumption and the Environment: https://news-un-org.translate.goog/en/story/2024/03/1148036?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=sge#:~:text=Sebagian%20besar%20sampah%20makanan%20di%20dunia%20berasal,persen%20%2D%20dari%20total%20makanan%20yang%20terbuang.&text=Karena%20kehilangan%20dan%20pemborosan%20makanan%20menghasilkan%20hingga,pemborosan%20makanan%20sangatlah%20penting%2C%20menurut%20pakar%20UNEP

Facebook
X
Threads
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Event Kami

Ruang Kata 4

Artikel Populer

Artikel Terkait

Translate »