HOAK DAN ETIKA INFORMASI MENJADI TANTANGAN TERBESAR LITERASI SAAT INI

Dalam era digital saat ini, penyebaran informasi hoaks tidak lagi dapat di anggap hal yang remeh. Berita palsu, misinformasi, hingga disinformasi menyebar begitu cepat di segala media sosial. Bahkan mampu mempengaruhi opini publik dan dapat memicu perpecahan. Fenomena ini menunjukkan bahwa terdapat masalah yang besar yakni rendahnya tingkat literasi informasi pada masyarakat. banyak sekali orang yang sudah tidak lagi dapat membedakan antara fakta dengan opini, antara sumber terpercaya dengan akun anonim, antara kebenaran dengan sensasi. Informasi yang ada justru dikonsumsi secara instan, dibagikan secara percuma, dan digunakan tanpa mempertimbangkan dampak yang akan diperoleh. Padahal di balik kata “bagikan” terdapat tanggung jawab yang menyertainnya. Etika penggunaan informasi menjadi sangat penting karena informasi bukan lagi hanya sekedar pengetahuan tetapi dapat menjadi alat pengaruh dan kekuasaan.  Hal inilah yang menjadi sangat penting untuk menanamkan kesadaran bahwa menyebarkan informasi yang salah dapat berdampak serius bahkan bukan hanya merugikan individu, tetapi juga dapat merusak tatanan sosial. Virus zombi di cina, kementerian liburkan sekolah selama ramadhan 2025, kiamat internet 2025, bansos 1,5 juta pada bulan ramadhan. Semua itu merupakan berita hoaks yang beredar pada tahun 2025 dan masih banyak lagi berita hoaks yang lainnya. Jika kita tidak cerdas dalam menggunakan informasi maka kita akan secara mentah-mentah akan menggunakan informasi yang di dapat untuk lelucon semata. Dengan hal ini, kita dapat mengetahui bahwa sekarang berita hoaks bukanlah hal yang wajar untuk di jadikan permasalahan yang besar. Justru kita malah menganggap hal itu sepele padahal, dengan begitu kita telah menunjukkan bahwa literasi zaman sekarang sudah sangatlah minus.

Dengan ini perpustakaan dan informasi memiliki peran yang strategis untuk menjawab tantangan ini. Sebagai bidang yang fokus pada pengelolaan, diseminasi, dan evaluasi informasi, juga memiliki pondasi yang kuat untuk dapat membekali masyarakat dengan menerapkan keterampilan literasi informasi yang kritis. Pustakawan tidak lagi hanya bertugas mengelola koleksi buku, tetapi pustawakan juga sebagai pendidik literasi informasi yang dapat membantu masyarakat membangun kemampuan berpikir kritis, mengevaluasi sumber informasi yang telah di dapat, dan mampu memahami konteks penyebaran informasi secara benar. Pustakawan harus dapat menjadi garda terdepan dalam melawan berita hoaks, tidak hanya dengan menyediakan informasi yang benar, tetapi juga menjadi fasilitator dalam pelatihan literasi digital. Pustawakan dapat merancang program edukasi, diskusi publik, bahkan konten edukatif di media sosial yang mengajarkan masyarakat untuk bagaimana cara mengenali informasi palsu, memahami konteks media, dan juga menggunakan teknologi untuk membedakan antara data/informasi yang benar dan salah. Etika informasi harus menjadi bagian solusi dari tantangan literasi saat ini. Hal ini mengajarkan kita bahwa setiap tindakan dalam dunia digital akan membawa konsekuensi dan disetiap individu memiliki tanggung jawab untuk menjaga ruang informasi tetap sehat.

Lebih dari itu semua perpustakaan, baik perpustakaan fisik maupun digital perlu dikembangkan menjadi ruang literasi informasi inklusif dan terbuka. Perpustakaan tidak boleh hanya diam sebagai tempat penyimpanan informasi, tetapi juga harus menjadi penggerak literasi, tempat orang datang untuk belajar, berdiskusi, dan mengkritisi informasi yang ditemui sehari-hari. Dengan ini kita akan bersama- sama dapat meminimalisir berita hoaks yang beredar dan menjaga nilai-nilai serta etika dalam informasi.

Facebook
X
Threads
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Event Kami

Ruang Kata 4

Artikel Populer

Artikel Terkait

Translate »