Apakah kalian pernah mengalami fenomena di atas? Sebagian besar pasti pernah. Aktivitas tersebut kerap dijumpai di zaman sekarang, yaitu seseorang yang kerap menonton drama, film, atau serial sembari makan. Dimana media sosial dan teknologi digital tidak dapat terlepas dari kehidupan kita.
Otak kita cenderung untuk selalu ‘ingin diisi’ daripada kosong. Pun saat makan. Otak kita terbiasa dengan dopamin instan yang didapatkan melalui media sosial. Sehingga, rasa bosan pun terkadang menjadi hal yang ‘aneh’ di zaman sekarang. Terlebih pula di waktu makan. Seseorang yang kerap menonton drama, film, maupun serial sewaktu makan dapat disebabkan karena aktivitas makan adalah aktivitas yang cenderung membosankan. Sehingga mereka memilih untuk melakukan aktivitas lain di waktu makan: salah satunya adalah multitasking dengan menonton drama, film, maupun serial favorit mereka.
Selain itu, hal lain yang menyebabkan fenomena ini adalah gaya hidup masyarakat zaman sekarang yang mengacu ke arah hustle culture. Kita tidak diperkenankan untuk istirahat sekejap saja. Saat makan? Ya dibarengi dengan menonton film, membaca buku, menonton vlogger, atau aktivitas apapun itu.
Mengapa tidak diperkenankan untuk multitasking sewaktu makan? Salah satu penyebabnya adalah dampaknya: yakni proses makan yang menjadi tidak terkontrol. Kita cenderung lebih fokus pada tontonan di depan kita daripada apa yang kita makan. Akibatnya, kita cenderung makan lebih banyak. Kita kerap tidak sadar jika sudah menambah makanan, tidak sadar jika sudah melebihi takaran saji, dan lainnya. Proses makan juga akan berjalan secara otomatis: otomatis dalam menambah makanan dan otomatis tidak sadar terhadap efeknya.
Terlebih jika orang tersebut sedang mengalami banyak pikiran, maka cenderung mengalami emotional eating. Hal ini diperkuat oleh Shiddiq et al., (2023) bahwa semakin stress dan depresi mahasiswa cenderung mengalami non-mindful eating. Jika proses makan tersebut dilakukan sembari menonton film favorit, maka akan menyebabkan proses makan yang tidak terkontrol: terlalu banyak dan melebihi porsi. Efek jangka panjangnya dapat menyebabkan penyakit tidak menular, misalnya terlalu berlebih kadar gula yang menyebabkan diabetes.
Dampak lain adalah kita menjadi tidak menikmati makanan di depan kita. Hal ini karena kita cenderung lebih fokus pada tontonan daripada makanan di depan kita. Disebabkan karena lebih fokus pada tontonan, maka terkadang kita pun tidak sadar untuk tidak menghabiskan makanan yang ada. Hal ini pun dapat menimbulkan food waste.
Solusi dari hal tersebut adalah dengan menerapkan mindful eating. Mindful eating adalah proses makan dengan penuh perhatian pada kesadaran sensual dan pengalaman individu terhadap makanan (Fayasari dan Lestari, 2022). Dalam arti singkat, mindful eating adalah proses makan dengan penuh kesadaran dan tanpa gangguan: yaitu sadar apa yang dikonsumsi, jenisnya, jumlahnya, dan lainnya. Mindful eating dapat digunakan untuk mengatasi emotional eating pada individu dengan status gizi gemuk (Fayasari dan Lestari, 2022).
Dengan mindful eating, kita menjadi lebih sadar terhadap apa yang kita konsumsi sehingga secara tidak langsung dapat menjaga kesehatan kita, mencegah dari penyakit tidak menular, hingga mengurangi sampah makanan. Selain itu, kita juga lebih menikmati makanan dengan lebih bijak dan meningkatkan rasa bersyukur diri kita.
Mindful eating akan mengurangi emotional eating dan mampu mengelola diabetes. Selain itu juga mampu meningkatkan proses pencernaan yaitu dengan mengunyah secara sadar maka enzim yang dirangsang akan semakin banyak dan makanan akan dicerna secara menyeluruh. Proses pencernaan yang efektif akan menyebabkan penyeraan nutrisi yang lebih maksimal (Riskawati, 2022).
Lah, begitu doang? Eh tidak. Kalian tahu berita cuci darah pada remaja? Atau remaja yang menderita penyakit tidak menular? Tentu tahu. Salah satu penyebabnya karena tidak melakukan mindful eating yakni tidak sadar terhadap apa yang dimakan, tidak sadar kandungan gizi, serta tidak sadar mengenai porsi makanan. Serta dapat juga dikarenakan emotional eating, misalnya sedang pusing karena tugas lalu lanjut membeli makanan yang mengandung gula tinggi. Jika hal ini dilakukan berkali-kali maka akan menganggu kesehatan kita. Penelitian Ulya et al., (2023) menyatakan bahwa sebanyak 87% dari total keseluruhan menggambarkan bahwa remaja mengkonsumsi fast food maupun junk food dengan frekuensi yang terbilang sering.
Lalu bagaimana menerapkan mindful eating?
1. Mulai dengan Diri Sendiri
Untuk menyebarkan praktik mindful eating secara lebih menyeluruh, tentunya diperlukan sebuah langkah kecil agar dapat menjadi efek bola salju ke depannya. Pada dasarnya, mindful eating adalah sebuah sikap dimana kita sadar terhadap apa yang kita makan. Sehingga pembiasaan yang dapat dimulai adalah dengan fokus makan tanpa melakukan kegiatan lain (multitasking). Dengan fokus makan tanpa melakukan kegiatan apapun, kita menjadi lebih menghargai makan, memahami rasa dan aroma dari makanan tersebut, serta lebih mengetahui sinyal dari tubuh kita sendiri: apakah sudah kenyang atau masih lapar. Berbeda jika kita makan sembari menonton drama favorit kita. Kita cenderung tidak sadar telah menghabiskan 1-2 bungkus makanan.
Langkah pertama adalah dengan menyingkirkan segala distraksi baik itu sosial media, telepon, kerjaan, dan lainnya. Langkah selanjutnya adalah kita dapat melatih kesadaran diri kita terhadap sinyal lapar atau kenyang kita. Sehingga kita dapat memperkirakan jumlah makanan yang diperlukan kita. Jika kita sedang lapar, maka kita dapat mengambil makanan yang sekiranya lebih banyak daripada keadaan jika kita tidak lapar.
Langkah berikutnya adalah kita dapat secara sadar mempertimbangkan isi makanan kita: apakah sesuai dengan standard ISI Piringku atau memenuhi gizi kita? Terlebih untuk makanan kemasan, maka kita harus secara sadar dan lebih peduli terhadap label kemasan yang ada: termasuk informasi nilai gizi maupun takaran saji. Yang terakhir adalah menikmati makanan: baik aroma, rasa, dan tekstur. Hal ini dapat meningkatkan rasa bersyukur kita.
2. Ajak Orang Sekitar
Semua hal berawal dari hal kecil dan diri sendiri. Setelah menerapkan mindful eating pada diri sendiri, lalu langkah selanjutnya dapat mengajak orang-orang sekitar.
3. Edukasi Lewat Sosial Media
Peran media sosial sangat berpengaruh, terutama bagi kaum remaja. Edukasi dapat dilakukan dengan campaign yang mengajak remaja untuk lebih sadar saat makan, yaitu 3 Sadar Makan: sadar tanpa multitasking, sadar terhadap asupan, dan sadar porsi.
Mindful eating tidak akan terwujud tanpa gerakan kecil kita: yaitu dimulai dari diri sendiri dan menjadi contoh orang lain. Hal ini karena mindful eating merupakan sebuah kebiasaan. Dan kebiasaan perlu pembiasaan dari hal-hal kecil. Bagaimana? Sudahkah menerapkan mindful eating hari ini?
#InternationalYouthDay2024
#IYDbersamaRISE
#RISEForYouth
DAFTAR PUSTAKA
Fayasari, A. dan P. W. Lestari. 2022. Stres dan depresi berkaitan dengan emotional eating dan mindful eating pada mahasiswa saat pandemi covid-19. J. of Aceh Nutrition. 7(2): 127-135.
Riskawati, H. M. 2022. Penyuluhan kesehatan: identifikasi risiko diabetes melitus pada remaja di SMA 8 kota Mataram Nusa Tenggara Barat tahun 2022. J. Lentera. 2(1): 1-8.
Shiddiq, S., W. Indriarti dan A. Masun. 2023. Hubungan tingkat stres dengan emotional eating pada mahasiswa fakultas kedokteran universitas yarsi angkatan 2020 dan tinjauannya menurut islam. J. of Medical. 1(6): 1-8.
Ulya, N., A. Z. E. Sibuea., S. S. Purba., A. I. Maharani dan C. K. Herbwani. 2023. Analisis faktor risiko diabetes pada remaja di Indonesia. 4(3): 1-10.
https://www.sehataqua.co.id/apa-itu-mindful-eating/