3 Faktor yang Membuat Gaya Hidup Tradwife Menarik bagi Perempuan Gen-Z

Mengapa Fenomena Tradwife Menarik bagi Gen-Z?

Tren gaya hidup yang kerap disebut tradwife kembali muncul di kalangan Gen-Z. Beberapa perempuan muda memilih fokus pada peran domestik sebagai bentuk kebebasan pribadi dan keseimbangan hidup. Tren tradwife atau traditional wife tdisebut sebagai fenomena di mana perempuan memilih untuk fokus pada rumah tangga, semakin populer di tengah arus emansipasi dan media sosial.

Ketika banyak orang membayangkan perempuan masa kini sebagai sosok yang mandiri dan bekerja, muncul pertanyaan, Mengapa beberapa perempuan justru merasa nyaman dan puas kembali pada peran domestik ini? Bagaimana mereka memahami pilihan mereka dalam kerangka kebebasan pribadi dan emansipasi? Fenomena ini muncul dengan karakteristik baru, menunjukkan bagaimana perempuan muda sekarang memilih peran ini bukan karena tekanan sosial, melainkan atas dasar kesadaran pribadi.

Generasi muda saat ini menunjukkan beragam pilihan hidup yang menarik, terutama di kalangan perempuan. Di antara banyak pilihan, ada yang memilih untuk berfokus pada peran domestik, sebuah pilihan hidup yang kerap kali bertentangan dengan arus feminisme yang mendorong kesetaraan gender dalam berbagai bidang. Pilihan ini, yang sering kali disebut “peran tradwife” atau traditional wife, memunculkan diskusi di kalangan Gen-Z dan memicu banyak pandangan beragam.

Perempuan muda Gen-Z memilih gaya hidup tradwife sebagai bentuk kebebasan dan keseimbangan hidup

Kecenderungan Memilih Peran Domestik dalam Kehidupan Modern

Dalam beberapa tahun terakhir, istilah tradwife menjadi lebih populer berkat media sosial. Banyak perempuan muda yang membagikan pengalaman mereka sebagai pengelola rumah tangga yang berfokus pada nilai-nilai keluarga. Meski terlihat berlawanan dengan norma kesetaraan yang diperjuangkan, tren ini menjadi pilihan hidup bagi beberapa perempuan sebagai bentuk kontrol terhadap hidup mereka sendiri.

Di platform media sosial, konten yang mengidealkan gaya hidup ini berkembang, menyoroti kebahagiaan dan keseimbangan hidup yang mungkin sulit didapatkan di dunia kerja. Artikel dari Tirto.id menyatakan bahwa setiap keputusan yang diambil bisa memberikan kenyamanan pribadi di tengah tekanan sosial .

1.Dukungan Media Sosial dalam Membentuk Pilihan Perempuan Muda

Influencer populer seperti Estee Williams dan Nikita Willy turut mendorong perkembangan gaya hidup tradwife dengan menunjukkan sisi positif dari peran ini. Menurut penelitian yang dipublikasikan di Sociology of Gender Journal, media sosial sering kali memperlihatkan sisi ideal dari peran domestik, meskipun realitasnya bisa jauh lebih kompleks.

Hanifa Maulidia, seorang peneliti sosial, menyatakan bahwa:

“Peran gender di Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh konstruksi sosial yang membatasi perempuan pada peran domestik dan laki-laki pada peran publik.” (Maulidia, 2021)

Fenomena ini sejalan dengan tren tradwife yang dipromosikan melalui media sosial, di mana perempuan dianggap ideal jika berfokus pada rumah tangga. Namun, dalam perspektif feminisme, pembagian peran ini bukanlah sesuatu yang alamiah, melainkan hasil dari sosialisasi yang berlangsung lama. Feminisme berupaya agar perempuan dapat menentukan identitas mereka sendiri tanpa terkekang oleh norma tradisional yang membatasi potensi mereka. Peningkatan konten seputar traditional wife di media sosial membantu mengubah persepsi tentang peran perempuan dalam rumah tangga:

“Perempuan melihat sisi romantis dari peran traditional wife melalui media sosial. Namun, kebanyakan konten ini memperlihatkan sisi ideal yang tidak sepenuhnya menggambarkan realitas,” jelas Annisa selaku Gen-Z

“Buat sekarang yang lagi viral adalah ungkapan, kalau bisa diurus kenapa harus mandiri?” tambahnya.

2.Perspektif Feminisme dalam Membaca Pilihan Hidup di Era Digital

Di sisi lain, beberapa feminis melihat tren ini sebagai tantangan terhadap kesetaraan gender, mengingat peran domestik sering dianggap mengekang potensi perempuan. Menurut buku Feminism and Gender oleh Georgine Clarsen, feminisme sebenarnya memberikan ruang bagi perempuan untuk menentukan jalan hidup mereka tanpa harus terikat pada peran tertentu.

Pandangan yang melihat perempuan lebih cocok di rumah masih sering dianggap sebagai kemunduran. Namun, bagi sebagian feminis, esensi dari gerakan ini adalah hak perempuan untuk menentukan jalan hidupnya, termasuk memilih untuk fokus pada keluarga jika itu merupakan keputusan yang diambil tanpa paksaan. Menurut Nurlita seorang Gen-Z yang mendukung pandangan feminisme, menekankan bahwa ini tentang kebebasan untuk memilih.

“Feminisme itu harus mengakomodasi banyak pilihan hidup buat perempuan, termasuk kita kita yang milih jadi ibu rumah tangga. Misal pilihan yang diambil secara sadar dan gaada yang maksa, harusnya tetep dihormati dong sebagai bentuk emansipasi.” Ujarnya

Nurlita juga mengakui bahwa masih ada stigma di masyarakat tentang pilihan ini. Kritik datang dari teman-teman yang menganggap peran ini kuno, tetapi ia yakin bahwa setiap orang memiliki nilai dan prinsip hidup masing-masing.

“Stigma pasti ada ya. Pernah dengar teman-teman yang bilang ini kuno. Tapi, kita harus sadar kalo setiap orang punya nilai dan prinsip hidup masing-masing” tambahnya.

3.Pilihan Hidup yang Membawa Kepuasan Batin

Bagi sebagian perempuan, menjadi ibu rumah tangga adalah pilihan sadar yang dapat mengurangi stres kehidupan modern. Seperti yang diungkapkan oleh seorang perempuan berusia 23 tahun, Annisa, bahwa peran ini memberikannya keseimbangan hidup yang lebih baik tanpa meninggalkan karier freelancenya.

“Saya memutuskan untuk menjadi traditional wife karena ingin memberi perhatian penuh pada rumah tangga tanpa harus meninggalkan karir freelance yang saya cintai. Menjadi pengatur rumah tangga membuat saya merasa lebih dekat dengan nilai-nilai yang saya junjung tinggi,” ungkap Annisa.

Pilihannya ini bukan karena tidak ingin bekerja atau tidak menghargai kesetaraan gender, melainkan untuk mendapatkan kendali yang lebih besar atas keseimbangan hidup dan kesehatan mentalnya. Fenomena ini menunjukkan bahwa peran gender tidak lagi sekaku yang dibayangkan. Bagi generasi muda, kesetaraan bukan hanya berarti terjun di dunia kerja, tetapi juga memiliki kebebasan menentukan peran yang paling sesuai dengan kehidupan mereka.

Pilihan ini menambah perspektif dalam pembahasan tentang kesetaraan gender, membuka ruang diskusi untuk masyarakat yang lebih terbuka dan menghargai berbagai macam pilihan hidup. Tren traditional wife di kalangan Gen-Z bisa jadi adalah refleksi dari keinginan untuk hidup lebih sederhana dan bermakna di tengah tuntutan kehidupan modern yang penuh tekanan. Fenomena ini bukanlah ancaman bagi feminisme, melainkan bukti bahwa emansipasi juga berarti memiliki kebebasan untuk memilih, baik di luar maupun di dalam rumah.

Terakhir, Nurlita berpesan “Saya ingin bilang bahwa pemberdayaan itu luas. Seorang perempuan bisa berdaya di mana saja, baik di rumah atau di tempat kerja. Selama dia punya kebebasan memilih, itulah inti dari setara menurut saya” jelas Nurlita.

 

Facebook
X
Threads
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Event Kami

Ruang Kata 4

Artikel Populer

Artikel Terkait

Translate »