Pertumbuhan dan perkembangan optimal anak-anak hingga remaja sangat bergantung pada pemberian zat gizi yang tepat, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Namun, pemberian zat gizi pada anak selama masa pertumbuhan seringkali tidak dilakukan dengan sempurna. Banyak masalah terjadi akibat pola makan yang tidak tepat.
Anak usia sekolah sekitar 7-13 tahun termasuk kelompok yang rentan terhadap kekurangan gizi, terutama saat pasokan makanan dalam masyarakat kurang. Kebanyakan dari kelompok ini sedang dalam proses pertumbuhan yang pesat, sehingga mereka memerlukan asupan zat gizi dalam jumlah yang cukup besar. Remaja yang berusia 14-23 tahun merupakan kelompok yang masih mengalami pertumbuhan, sehingga mereka tetap membutuhkan asupan gizi yang cukup.
Anak-anak sekolah dan kalangan remaja yang sudah bekerjapun sering kali terlalu sibuk dengan kegiatan di luar rumah dan seringkali melewatkan waktu makan, termasuk sarapan, dan makanan bergizi. Zat gizi dari makanan adalah sumber utama bagi pertumbuhan optimal anak dan remaja, yang mempengaruhi kesehatan fisik, mental, dan sosial mereka. Oleh karena itu, upaya pencegahan dianggap lebih efektif dan efisien daripada pengobatan, terutama untuk mencegah masalah gizi pada anak serta remaja.
Sehari-hari, anak memerlukan asupan gizi seimbang yang terdiri dari karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral. Zat gizi ini diperlukan untuk pertumbuhan otak (intelektual) dan juga pertumbuhan fisik anak. Gizi seimbang mencakup makanan harian yang mengandung zat gizi sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan, dan juga berat badan yang ideal.
Permasalahan pada zaman ini, terutama stigma yang melekat pada anak-anak dan remaja adalah bahwa makanan sehat dianggap kurang enak. Ini disebabkan oleh kebiasaan dan pengalaman masa kecil yang sering kali melibatkan konsumsi makanan yang tidak sehat. Ini akan membuat lidah mereka lebih terbiasa dan terpaku pada rasa dari makanan tidak sehat.
Memperkenalkan pola makan sehat sejak dini akan membantu melatih indra pengecap agar dapat membedakan makanan sehat yang bermanfaat dan makanan yang tidak bermanfaat. Di benak anak-anak, makanan bergizi sering kali dianggap sebagai sayuran yang memiliki rasa pahit, persiapan yang rumit, dan tampilan yang kurang menarik.
Selain kebiasaan, penggunaan MSG dalam makanan tidak sehat adalah alasan lain mengapa makanan sehat terasa kurang enak. Misalnya, makanan cepat saji yang mengandung jumlah gula, garam, dan lemak yang berlebihan, merangsang sensasi nikmat pada lidah, mengirimkan sinyal ke otak untuk merasakan kenikmatan, dan memicu keinginan untuk merasakannya lagi. Padahal makanan dengan tinggi gula, garam, maupun lemak dapat berdampak buruk bagi kesehatan anak serta remaja.
Di kalangan remaja dan dewasa, kesadaran akan konsumsi makanan bergizi sering terabaikan. Selain persepsi bahwa makanan bergizi tidak enak, mereka lebih memilih makanan praktis yang dapat dikonsumsi di tengah aktivitas seperti sekolah, kuliah, atau kegiatan lainnya. Mereka cenderung memilih makanan yang murah, cepat, dan dianggap enak, tanpa mempertimbangkan nilai gizinya. Selain itu, ada kecenderungan untuk mengabaikan waktu makan. Banyak remaja mengalami masalah pencernaan karena kebiasaan makan terlambat atau mengonsumsi makanan sembarangan.
Pengaruh globalisasi juga turut memengaruhi pola makan remaja. Banyak makanan dari luar negeri yang masuk ke Indonesia yang tidak semuanya bernilai gizi. Tidak hanya makanan dari luar negeri, makanan dari Indonesia juga banyak yang menjadi favorit remaja, meskipun kurang bernutrisi, seperti seblak, cireng, cimol, dan minuman dengan rasa tertentu. Dibandingkan dengan makanan bergizi seperti sayuran, kacang-kacangan, dan buah-buahan, remaja lebih cenderung mengonsumsi jenis makanan yang sebelumnya disebutkan.
Bagaimana Solusi dari Situasi Ini?
Meskipun kesadaran akan pentingnya mengonsumsi makanan kaya nutrisi masih rendah, terdapat langkah-langkah yang dapat membantu beralih ke pola makan sehat:
1.Transisi Secara Bertahap
Hindari perubahan yang drastis. Mulai dengan perubahan secara perlahan dengan mengurangi makanan tidak sehat dan menggantinya dengan makanan bergizi. Bertahap meningkatkan konsumsi makanan sehat akan membantu lidah untuk lebih terbiasa dengan rasa dan tekstur baru. Penting untuk tidak terburu-buru dalam melakukan perubahan karena lidah memerlukan waktu untuk beradaptasi dengan makanan baru.
2.Penyajian Makanan yang Menarik
Campuran bahan makanan yang sesuai dapat membuat tampilan makanan lebih menarik. Misalnya, mencampur bayam dengan wortel dan menambah sedikit tomat akan memberikan warna yang menarik. Penggunaan bumbu sehat seperti minyak zaitun, bawang putih, atau cabai juga bisa memperkaya rasa makanan.
3.Pemilihan Bahan Makanan Berkualitas Tinggi
Untuk memperoleh asupan gizi yang maksimal, penting untuk memilih bahan makanan yang segar, terutama untuk sayuran dan buah-buahan. Ketika memilih makanan berprotein, pilihlah daging sapi dengan lemak minimal, ikan salmon, dan dada ayam tanpa kulit. Hindari memilih sayuran dan buah yang sudah layu karena kandungan vitamin dan nutrisinya sudah berkurang.
4.Mulai Melek dengan Makanan Bergizi
Terkadang masyarakat memilih untuk tidak mengonsumsi makanan yang bergizi karena sebagian dari mereka tidak mengetahui apa saja makanan yang bergizi. Dengan memperbanyak literasi mengenai makanan yang bergizi, diharapkan masyarakat akan lebih memperhatikan asupan gizi yang baik bagi tubuhnya.
5.Melakukan Sosialisasi atau Edukasi Gizi
Sosialisasi dapat dilakukan dimulai dari diri kita sendiri. Kita yang sudah mengetahui pentingnya makanan bergizi dapat memberi tahu pada orang lain atau temannya dan mengajak hidup sehat dengan mengonsumsi makanan bergizi. Selain itu, melalui organisasi atau komunitas seperti healtheroes.id ini juga sangat membantu dalam upaya memperbaiki pola makan anak-anak dan remaja Indonesia. Kita juga dapat menyebarkan poster digital mengenai konten edukasi gizi di sekitar kita pada platform online, agar remaja dapat teredukasi.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan dapat membantu individu untuk beradaptasi secara perlahan ke pola makan sehat, meningkatkan kesadaran akan pentingnya gizi, dan memilih bahan makanan berkualitas untuk mendukung kesehatan secara keseluruhan. Diharapkan masalah gizi di Indonesia akan segera terselesaikan dan segera membaik. Hilangkan stigma makanan bergizi tidak enak!