Orang Terdekatmu Mengalami Kekerasan Seksual? Terapkan PFA, Sebagai Bentuk Pertolongan Pertama

Ilustrasi kartunik perempuan sedang menerapkan Psychological First Aid kepada Korban Kekerasan Seksual

Korban kekerasan seksual perlu mendapatkan pertolongan sesegera mungkin. Jika sobat mendapati orang terdekat mengalami kekerasan seksual, menerapkan Psychological First Aid (PFA) bisa menjadi pilihan yang baik sebagai upaya pertolongan pertama. Apa itu PFA, dan bagaimana cara menerapkannya untuk menolong korban kekerasan seksual?

PFA, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), singkatnya merupakan keterampilan untuk merespon individu yang baru saja melalui pengalaman traumatik. Di dalam konteks kekerasan seksual, PFA bukan hanya membantu korban dalam mengurangi emosi negatif, tetapi juga memudahkan mereka dalam mengambil keputusan dan mempercepat proses pemulihannya.

Untuk bisa menerapkan PFA, Sobat tidak perlu menjadi psikolog atau psikiater. PFA sama seperti teknik P3K yang bisa diterapkan oleh siapapun. Jika P3K ditujukan untuk seseorang yang terluka secara fisik, PFA sangat berguna dalam konteks kesehatan mental. Hanya saja, karena gejala masalah kesehatan mental sering kali tidak terlihat dan berdampak besar pada korban, PFA memerlukan keterampilan tertentu.

Apabila Sobat ingin menguasai teknik PFA, WHO sendiri merekomendasikan tiga langkah dalam melakukannya, yakni Look (Amati), Listen (Dengarkan), dan Link (Hubungkan). Ketiga langkah tersebut sangat penting untuk dipahami oleh pendamping, konselor, atau siapapun yang sekadar memiliki komitmen untuk mendukung korban kekerasan seksual maupun kekerasan berbasis gender lainnya. Yuk, simak arti dari setiap langkah tersebut.

Look: Mengamati Kondisi Korban

Look atau Melihat berarti mengamati kondisi korban kekerasan. Hal pertama yang bisa Sobat amati ialah reaksi-reaksi yang terlihat setelah korban melalui pengalaman traumatik. Menurut panduan yang diterbitkan oleh Rape, Abuse and Incest National Network (RAINN), umumnya terdapat dua reaksi yang ditunjukkan oleh seseorang setelah mengalami kekerasan seksual, yakni reaksi emosional dan reaksi fisik-psikologis.

Emosional Fisik-Psikologis
Bersalah, malu, menyalahkan diri sendiri, takut, terkejut, tidak percaya diri, sedih, marah, mengisolasi diri, kurangnya kontrol diri, kebingungan, menyangkal. Mimpi buruk, depresi dan gangguan suasana hati lainnya, kesulitan fokus dan berkonsentrasi, stress pascatrauma (Post Traumatic Stress Disorder), kecemasan, fobia, rendah diri, ketakutan untuk melukai diri sendiri atau bunuh diri.

Reaksi-reaksi di atas perlu diperhatikan untuk mendapatkan gambaran seberapa besar pengalaman traumatik yang telah dilalui oleh korban. Apabila korban adalah orang terdekat, Sobat bisa mengidentifikasi reaksi-reaksi tersebut secara langsung. Ada pun ketika korban berada di tempat yang berbeda, Sobat bisa mengidentifikasinya lewat aktivitas-aktivitasnya di ruang internet. Tidak jarang, mereka yang mengalami kekerasan seksual menjadikan media sosial sebagai ruang aman untuk meminta pertolongan.

Untuk membantu membaca reaksi korban, Sobat bisa mengajukan beberapa pertanyaan seperti: “Bagaimana keadaanmu saat ini?”; “Apa yang kamu rasakan?”; “Apakah ada sesuatu yang kamu butuhkan?”; dan sebagainya. Lewat pertanyaan-pertanyaan ini, korban juga akan merasa diperhatikan. Hindari mengajukan pertanyaan yang bersifat menghakimi atau menyalahkan korban, termasuk memaksa korban menceritakan kronologi kejadian ketika ia belum siap, apalagi mendorong korban untuk pulih saat itu juga.

Langkah yang bisa dilakukan selanjutnya adalah memastikan korban berada dalam kondisi yang aman dan nyaman. Sobat bisa mencari tahu beberapa hal berikut:

  • Apakah korban sedang berada di tempat yang privat atau justru di tempat umum?
  • Jika berada di tempat umum, apakah ia aman dari keberadaan pelaku, atau justru sedang dikejar-kejar oleh pelaku? 
  • Apakah korban sedang dalam kondisi yang nyaman di tempatnya saat ini? 
  • Jika diperlukan, Sobat bisa menemani korban untuk berpindah ke tempat yang membantunya merasa lebih aman dan nyaman.

Listen: Mendengarkan, Berempati, dan Memberikan Dukungan

Setelah mengamati, prinsip kedua adalah Listen atau Mendengarkan. Pada tahap ini, Sobat bisa membantu korban merasa diterima seutuhnya dengan mendengarkannya secara aktif serta menunjukkan perasaan empatik dan menguatkan. Proses mendengarkan akan sangat membantu memahami kondisi korban secara lebih dalam, membangun relasi kepercayaan dengan korban, dan juga menentukan bantuan yang tepat.

Namun, proses Listen bukan hanya berhenti sampai mendengarkan. Sobat bisa melakukannya disertai dengan pemberian dukungan emosional dan psikologis. Masih melansir panduan yang diterbitkan RAINN, berikut ini adalah beberapa hal yang bisa dilakukan sebagai bentuk dukungan kepada korban.

1. Membiarkan korban meluapkan perasaannya.

Sobat bisa memberikan kesempatan bagi korban untuk berteriak, menangis, diam, menginjakkan kaki ke lantai, memukul sesuatu, menarik nafas dalam-dalam, melakukan peregangan otot sederhana, serta aktivitas-aktivitas serupa lain yang sekiranya dapat membantu meredam emosi negatif.

Jika diperlukan, Sobat boleh memandu proses tersebut hingga korban sudah benar-benar merasa lebih baik. Sobat mungkin ikut merasakan kesedihan dan kemarahan. Namun, hindari mengungkapkan emosi negatif yang sama kepada korban, karena itu hanya akan menambah kebingungan dan ketidaknyamanan.

2. Bantu korban merasa berdaya dan percaya diri.

Tunjukkan bahwa Sobat percaya dan berpihak sepenuhnya kepada korban. Yakinkan juga, bahwa kekerasan seksual yang ia alami bukan salahnya. Jika ingin memberikan dukungan fisik, pastikan Sobat mendapatkan persetujuan dari korban. Misalnya, dengan bertanya: “Apakah aku boleh memelukmu?”. Juga, berikan saran hanya saat korban memintanya.

Berikutnya, berikan kendali kepada korban. Biarkan ia memutuskan sendiri kepada siapa ia akan bercerita dan mencari perlindungan, termasuk langkah-langkah yang akan dilakukan selanjutnya. Hindari memberikan janji-janji yang mungkin belum tentu bisa ditepati, seperti: “Kamu tidak akan mengalami kejadian ini lagi”; “Pelaku akan dipenjara”; “Kita akan membalas pelaku”; dan sebagainya.

3. Jaga korban tetap aman.

Sobat mungkin turut merasakan kemarahan kepada pelaku. Kendati demikian, hindari memberikan ancaman kepada pelaku maupun menyelidiki orang-orang yang berada di sekitar lingkaran kekerasan. Sebab hal ini hanya akan menempatkan korban maupun Sobat sendiri di dalam situasi yang tidak aman. Walaupun terkadang sulit mempercayai pihak berwenang, sebisa mungkin biarkan mereka menangani kasusnya.

Link: Bantu Korban Melapor dan Mendapatkan Layanan

Perlu diingat, bahwa PFA hanya merupakan pertolongan pertama untuk seseorang yang baru saja melalui pengalaman traumatik, termasuk kekerasan seksual. PFA, bagaimanapun, tidak dapat membantu korban mengatasi dampak-dampak psikologisnya. Sobat tetap diharuskan membantu korban mengakses layanan-layanan yang dibutuhkan. Di sinilah Sobat kemudian menerapkan prinsip yang ketiga, yakni Link atau Menghubungkan.

Pada tahap ini, Sobat bisa terlebih dahulu menginformasikan kepada korban kontak-kontak aduan kekerasan terdekat yang bisa dihubungi, serta bentuk-bentuk layanan yang korban dapatkan. Selanjutnya, Sobat bisa mengarahkan dan mengondisikan korban untuk melapor, tentunya tanpa mengabaikan persetujuan dari korban. Hal ini sudah diulas secara lengkap pada tulisan sebelumnya yang dapat Sobat simak kembali di sini.

Namun, bagaimana jika korban dalam kondisi gawat darurat? Apabila korban terlihat memiliki luka dan membutuhkan pertolongan medis secepat mungkin, Sobat bisa langsung membantu korban mengakses layanan kesehatan terdekat. Di dalam situasi ini, prinsip Link kemudian bisa didahulukan sebelum Look dan Listen.

Demikian penjelasan mengenai PFA, metode pertolongan pertama yang bisa diterapkan saat mendapati seseorang mengalami kekerasan seksual. Kendati begitu, PFA sejatinya dapat diterapkan untuk merespon semua pengalaman traumatik dalam bentuk apapun. Perlu diingat pula, bahwa PFA juga mengedepankan prinsip kebaikan bagi semua orang. Apabila merasa belum siap menerapkan PFA di hadapan korban secara langsung, Sobat juga tidak perlu memaksakan diri dan mencari orang yang tepat.

Penulis: Nobertus Mario Baskoro

Facebook
X
Threads
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Event Kami

Ruang Kata 4

Artikel Populer

Artikel Terkait

Translate »