Eat Local & Be Global! Peduli Isu Pangan Lokal bersama Youthivist Bandung

Pangan Lokal

Halo Sobat Remaja! Pernahkah kalian mendengar istilah botram, ngariung, atau gemah ripah? Istilah-istilah ini merupakan bagian dari tradisi dan budaya pangan lokal Sunda yang masih hidup hingga kini, loh! Budaya tersebut sangat familiar di wilayah Jawa Barat, terutama di daerah yang masih memegang erat nilai-nilai tradisi Sunda seperti Bandung. Meskipun terdengar sederhana, budaya ini sarat akan makna dan nilai sosial yang penting untuk kita pahami dan lestarikan. Yuk, cari tahu lebih banyak tentang maknanya, Sobat!

Tahukah Sobat, bahwa berdasarkan survei Jakpat (2024), 49% Generasi Z di Indonesia mengonsumsi fast food setidaknya 1-2 kali seminggu. Menurut Alfora dkk. (2023), remaja cenderung menyukai fast food karena alasan praktis, rasa yang enak, harga yang terjangkau, dan suasana tempat yang nyaman digunakan untuk berkumpul. 

Padahal selama ini kita punya pangan lokal yang lebih enak dan budaya yang nggak kalah seru loh Sobat! Menurut UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan, pangan lokal adalah pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan kearifan lokal. Dikutip dari Kemdikbud.go.id, pangan lokal juga dapat meliputi budaya pangan yang dipengaruhi oleh kebiasaan konsumsi yang ada pada suatu masyarakat. 

Hal inilah yang diangkat oleh Youthivist Bandung,  mereka mengajak masyarakat, terutama orang muda, untuk lebih mencintai dan melestarikan pangan lokal dan budayanya. Youthivist Bandung mengangkat tema “Sunda Gemah Ripah” atau yang dalam Bahasa Indonesia artinya subur, sejahtera, makmur, tentram, cukup sandang, dan pangan. Tema ini dipilih karena menggambarkan kekayaan alam dan budaya Sunda yang erat kaitannya dengan keberlanjutan pangan.

Melalui gerakan #SundaGemahRipah, Youthivist Bandung berupaya mengangkat pangan lokal Sunda yang sehat dan bergizi, mendukung ekosistem pangan lokal yang lebih baik, serta meningkatkan kesadaran orang muda akan pentingnya makanan tradisional. Kegiatan ini juga mengajak kita untuk lebih paham tentang Hak atas Pangan dan Gizi (HAPG) melalui edukasi dan informasi yang dikemas dengan menarik dan seru. Wah, apa saja ya kegiatan dari Youthivist Bandung ini? 

Mengangkat Budaya Pangan Lokal Sunda 

Nah Sobat, karena Youthivist Bandung berfokus untuk mengadvokasi budaya pangan lokal khususnya di kota Bandung, mereka mengambil budaya Sunda sebagai konten utama di Instagram @Youthivistbandung. Budaya tersebut misalnya botram dan ngariung, serta informasi menarik mengenai jenis-jenis makanan Sunda yang sayang untuk dilewatkan. Botram adalah salah satu contoh budaya makan bersama masyarakat Sunda yang dilakukan meletakkan makanan secara memanjang di atas daun pisang dan setiap orang bisa makan bersama tanpa sekat. 

Makanan yang disajikan pun menggunakan bahan pangan lokal sehingga lebih sehat. Selain menjaga kebersamaan dan kekeluargaan, botram dapat menjaga kesehatan tubuh dengan konsumsi pangan lokal yang alami dan minim pengawet.  Selain itu, ada juga yang namanya ngariung. Dalam bahasa Sunda, ngariung berarti “berkumpul,”, biasanya sambil makan bersama dan ngobrol santai. Duduk lesehan, ngobrol bareng orang terdekat, ditemani makanan lokal seperti sayur asem, tumis sayur, dan nasi liwet itu salah satu cara orang Sunda dalam menikmati makanan. 

Salah satu Pepatah mengatakan “Bukan tentang apa yang kamu makan, tapi dengan siapa kamu makan” rasanya pas banget, ya, Sobat. Karena bukan cuma makanannya yang tersaji hangat, tapi juga kebersamaan dan suasananya yang bikin hati makin hangat. Kalau tradisi itu di daerah kalian namanya apa ya Sobat?

Pantes aja, budaya seperti botram dan ngariung masih terus hidup ya, Sobat! Lewat momen sederhana itu, nilai kebersamaan dan kecintaan pada makanan lokal bisa terus hidup dari generasi ke generasi. Jadi penting informasi ini untuk disebarkan juga ke generasi muda agar tidak melupakan budaya tersebut dan turut berkontribusi dalam melestarikannya. 

Selain melakukan campaign di sosial media, Youthivist Bandung juga berkesempatan untuk berkolaborasi dengan Dr. Wilda yang merupakan seorang ahli pangan lokal dalam acara “Mini YouthivistTalk” dengan tema “Menghidupkan Pola Makan Sehat dengan Kearifan Pangan Lokal”. Acara ini diselenggarakan secara live di Instagram dan membahas beberapa topik terkait pangan lokal seperti fakta menarik, manfaat pangan lokal, tips memilih dan mengolah bahan pangan agar tetap bergizi, dan ditutup dengan sesi Q&A. 

Ayo, Jadi Bagian dari Orang Muda yang Peduli Isu Pangan Lokal!

Pangan Lokal

Sobat Remaja, kalian juga dapat berkontribusi secara langsung loh dalam mendukung keberlanjutan pangan lokal! Terus bagaimana caranya ya agar kita bisa mendukung keberlanjutan pangan lokal seperti campaign yang dilakukan oleh Youthivist Bandung? Yuk, kita ulas satu-satu, Sobat.

1. Mengenal Pangan Lokal di Sekitar Kita

Pangan lokal adalah makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai kearifan lokal dan potensi daerah. Oleh karena itu, makanan ini mudah ditemui di sekitar kalian, loh, Sobat! Kalian bisa coba pergi ke pasar tradisional untuk melihat makanan-makanan lokal yang ada, dan bisa juga bertanya-tanya langsung dengan penjualnya agar mengetahui nama dari makanan tersebut. Tak kenal, maka tak sayang. Maka, mulailah untuk mengenal makanan lokal di tempatmu ya, Sobat.

2. Mengonsumsi Pangan Lokal

Setelah mengenali pangan lokal yang ada di daerahmu, jangan lupa untuk mencicipinya. Banyak sekali makanan lokal yang enak dan tidak kalah dengan makanan modern yang dijual di supermarket maupun minimarket. Selain itu, dengan membeli makanan lokal, berarti kita juga turut mendukung UMKM sehingga mampu meningkatkan perekonomian lokal. 

Makanan lokal juga lebih sehat loh dibandingkan dengan fast food, karena menggunakan bahan-bahan alami dan kandungan garam yang lebih sedikit. Misalnya dalam satu porsi nasi liwet khas sunda mengandung 788 mg garam, sementara satu beef burger dari brand fast food dapat mengandung 1300 mg garam. Perbedaan yang cukup signifikan ini tentunya berpengaruh pada kesehatan tubuh, karena konsumsi garam yang berlebihan dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, masalah jantung, hingga terganggunya fungsi ginjal. 

Bukannya tidak boleh mengonsumsi fast food, tapi lebih baik mulai mengurangi dan beralih ke alternatif pangan yang lebih sehat melalui makanan lokal. Hal ini dapat mulai kita biasakan sejak sekarang ya, Sobat!

3. Mengedukasi Masyarakat dan Orang Muda

Mengedukasi masyarakat dapat dimulai dengan menghilangkan stigma negatif terhadap makanan lokal yang seringkali masih terjadi. Padahal masing-masing makanan lokal punya sejarah unik, misalnya peuyeum. Peuyeum merupakan makanan yang terbuat dari singkong yang difermentasi menggunakan ragi, sehingga menjadi tape singkong.

Dahulu konsumsi utama masyarakat di tanah Sunda saat zaman penjajahan adalah singkong, karena langkanya nasi pada saat itu. Produksi singkong yang berlimpah akhirnya menyebabkan sebagian singkong yang belum dikonsumsi dan diolah menjadi busuk. Maka dari itu, masyarakat di daerah Cimeyan (Kabupaten Bandung) melakukan proses fermentasi pada singkong menggunakan ragi agar tidak mudah busuk sehingga menjadi makanan yang kita kenal sekarang sebagai peuyeum. Proses pengawetan ini bahkan sudah berlangsung sejak tahun 1800-an loh Sobat!

Dengan mengetahui sejarah dan filosofi dari makanan yang kita konsumsi, maka kita akan lebih menghargai makanan lokal tersebut. Selain itu, hal ini dapat menjadi unique selling point yang menjadi pembeda pangan lokal dari makanan lainnya. Makanan lokal telah menjadi bagian dari masyarakat lokal sejak zaman dahulu, sehingga hal ini penting untuk kita lestarikan agar terus tidak dilupakan hingga generasi berikutnya.

4. Be Global!

Sebagai orang muda Indonesia, kita harus bangga memiliki keanekaragaman makanan lokal yang bahkan telah diakui dunia. Berdasarkan data dari GoodStats, street food Indonesia seperti siomay, pempek, dan batagor pernah menjadi hidangan terenak di dunia menurut TasteAtlas loh Sobat. Jadi nggak usah gengsi ya Sobat kalau mau upload makanan lokal kita di story Instagram, karena makanan kita bahkan telah diakui secara global. Justru harus kita dukung makanan lokal kita agar mampu dikenal dan diminati oleh berbagai orang di negara lain. 

Seru ya, Sobat, kalau membahas pangan lokal kita yang sangat bervariasi dan unik di setiap daerahnya. Dari rasa hingga cara penyajiannya, semuanya punya cerita dan nilai yang layak dibanggakan. Yuk, mulai lebih mencintai makanan dari dapur sendiri karena dengan eat local, kita bukan hanya mendukung petani dan pelaku pangan lokal, tapi juga ikut menjaga budaya dan lingkungan. Nggak perlu jauh-jauh buat jadi bagian dari perubahan global. Cukup mulai dari mengenal dan menikmati makanan lokal, kita sudah melangkah jadi orang muda yang peduli dan mendunia!

 

Penulis : Wisnu Surya Narendra

Referensi

Alfora, D., Saori, E., & Fajriah, L. N. (2023). Pengaruh konsumsi makanan cepat saji terhadap gizi remaja. FLORONA: Jurnal Ilmiah Kesehatan2(1), 43-49.

Jakpat. (2024). Gen Z characteristics and behaviors. Jakpat Insight. https://insight.jakpat.net/gen-z-characteristics-and-behaviors/

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (2024). Tanam apa yang kita makan, makan apa yang kita tanam: Semangat kebudayaan untuk pangan lokal. https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2024/09/tanam-apa-yang-kita-makan-makan-apa-yang-kita-tanam-semangat-kebudayaan-untuk-pangan-lokal

Taqiyya, A. (2024, April 12). 5 street food paling enak sedunia, makanan Indonesia mendominasi!. GoodStats. https://goodstats.id/article/5-street-food-paling-enak-sedunia-makanan-indonesia-mendominasi-95CFq

 

Facebook
X
Threads
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Event Kami

Ruang Kata 4

Artikel Populer

Artikel Terkait

Translate »