Merayakan Keberagaman Pangan Lokal

 

Pangan Lokal Sego Pecel
Sego Pecel, photo by Malikpb

“Keberagaman” bisa dibilang jadi kata yang pas buat menggambarkan salah satu kekayaan paling berharga Indonesia. Perbedaan yang ada justru jadi anugerah dari Tuhan untuk masyarakat kita, menyatukan berbagai suku dan etnis dalam satu bangsa. Tapi kadang kita suka lupa, kalau merayakan keberagaman itu nggak cuma soal hubungan antar manusia dari latar belakang yang beda-beda. Keberagaman juga layak dirayakan lewat pangan lokal yang kaya rasa.

Justru, pangan lokal menyimpan nilai sejarah yang panjang dan melekat dalam kehidupan tiap orang Indonesia. Dari situlah terbentuk keberagaman kuliner lokal yang kita kenal sekarang. Pangan lokal seharusnya bisa jadi tuan rumah di negeri sendiri. Sayangnya, kenyataan menunjukkan kalau konsumsi pangan lokal di Indonesia masih tergolong rendah, dan pola makan masyarakatnya belum sepenuhnya mencerminkan prinsip keberagaman, gizi seimbang, dan keamanan pangan.

Menurut Andik Hardiyanto, Spesialis Kebijakan dan Tata Kelola WWF Indonesia, seperti yang dikutip dari Mongabay, rendahnya tingkat konsumsi ini disebabkan oleh kurangnya kepekaan pemerintah terhadap lembaga-lembaga, budaya petani, nelayan, dan kelompok masyarakat adat yang telah terorganisir. Hal ini juga berakibat pada kurangnya literasi masyarakat luas terhadap pangan lokal dan kebanyakan beralih kepada makanan yang serba instan. Padahal, kekayaan keberagaman lokal ini sebenarnya bisa jadi kunci untuk mempermudah kita dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional di masa depan.

 

Mewujudkan “Perayaan” Keberagaman Lokal

Menjadi terasa sulit apabila kita langsung membayangkan Indonesia yang luas, ramai, dan berbiaya mahal untuk mengedukasi mengenai pangan lokal. Tapi, semua ini bisa kita jalani pelan-pelan dan dengan cara yang tertata. Ada beberapa langkah yang bisa kita tempuh untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pangan lokal, yaitu:

1) Memasukkan Materi Pangan Lokal di Tahap Sekolah Dasar

Masa sekolah dasar jadi momen krusial buat ngenalin ragam pangan lokal. Soalnya, di usia ini anak-anak lagi berkembang pesat—mulai dari fisik, motorik, sampai cara berpikir dan nilai-nilai moralnya. Pengenalannya pun nggak perlu ribet, bisa dimulai dari hal sederhana seperti cari tahu info seputar pangan lokal di sekitar lingkungan rumah, membuat makanan secara berbarengan, atau jelasin kandungan gizinya dengan cara yang asyik dan mudah dipahami dalam satu panganan lokal. Tampaknya, langkah ini juga jadi bagian dari upaya memenuhi enam literasi dasar, khususnya literasi budaya dan kewarganegaraan, yang disebut-sebut penting untuk keterampilan pada abad ke-21 ini menurut World Economic Forum (WEF).

2) Memberdayakan Pelaku Pangan Lokal

Pemerintah perlu menyusun daftar pangan lokal di tiap daerah untuk mengidentifikasi para pelaku—baik pengrajin maupun pedagang—yang masih mengolah makanan lokal. Mereka inilah yang menjaga tradisi, mulai dari penggunaan bahan-bahan lokal hingga cara pembuatannya. Daftar ini bisa jadi dasar untuk membentuk pusat-pusat kuliner yang menyajikan aneka makanan lokal dengan kemasan yang menarik, tetap mengusung nuansa tradisional, dan mudah diakses. Ini tentu bisa jadi ajang promosi yang efektif, terutama bagi wisatawan yang datang berkunjung ke suatu daerah.

3) Mendorong Pengunaan Pangan Lokal di Lembaga Pemerintahan dan Sektor Swasta

Solusi ini bisa direalisasikan seperti menetapkan hari-hari tertentu untuk menyajikan pangan lokal saat makan siang atau di acara rapat. Lembaga dan perusahaan juga bisa bermitra dengan UMKM pangan lokal untuk penyediaannya. Selain jadi bentuk tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan gizi para pekerja, langkah ini juga ikut melestarikan kuliner lokal.

Beberapa langkah di atas merupakan bagian dari berbagai upaya untuk mengenalkan dan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pangan lokal. Namun, semua itu tidak akan berjalan maksimal jika para petani lokal tidak diberdayakan secara layak—mulai dari upah yang adil, akses terhadap pupuk berkualitas, hingga distribusi hasil panen yang merata. Jika hal-hal ini diperhatikan, dampaknya ke depan bisa membantu menstabilkan, bahkan menurunkan harga bahan pangan lokal yang saat ini terus merangkak naik.

Pada akhirnya, peringatan Hari Pangan Sedunia setiap 16 Oktober tidak hanya menjadi “perayaan” yang hanya tampil di flyer-flyer media sosial. Tapi benar-benar diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, di mana kita ikut merayakan keberagaman pangan lokal.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Picture of fikri_asyari

fikri_asyari

Insan yang tertarik pada lingkungan, politik, dan budaya. Kini bagian dari Meatless Monday Warrior.

192

Bergabung

100.000

Tujuan Berikutnya

Ikuti Kampanye Ini

Form 1

Mereka yang Sudah Bergabung

Iklan Sponsor

Artikel Populer

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »