United Nations Childern’s Fund (UNICEF) menyebutkan pada tahun 1989 pemerintah di seluruh dunia telah menyetujui 10 hak anak yang telah diatur dalam Konvensi Hak Anak Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang harus dipenuhi oleh semua orang tua di seluruh dunia, dua diantaranya ialah hak mendapatkan pendidikan dan mendapatkan jaminan Kesehatan.
Namun sayangnya, tidak semua anak Indonesia memperoleh 10 hak tersebut, masih banyak anak-anak di Indonesia yang tidak mendapatkan haknya secara maksimal. Keadaan tersebut juga terjadi di Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. Stigma yang masih berkembang di masyarakat menjadikan faktor utama dari tingginya kasus stunting di kawasan ini. Bahkan sebagian besar masyarakat di kawasan ini merasa bahwa kondisi tersebut merupakan suatu hal yang wajar atau lazim dan dapat dibenarkan.
Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yang dirilis langsung oleh Kementerian Kesehatan di akhir tahun 2022 menyatakan bahwa Kabupaten Jember menduduki peringkat pertama prevalensi stunting se-Provinsi Jawa Timur. Persentasenya mencapai 34,9% atau sekitar 35.000 jiwa mengalami kondisi stunting, mengapa hal ini terjadi?.
Hi! Perkenalkan aku Dea Puspitasari salah satu mahasiswa Universitas Jember yang juga merupakan aktivis sosial utamanya di bidang Pendidikan juga kesehatan. Pada tanggal 17 Juni 2023 saya dan rekan saya melakukan audiensi kepada tenaga pendidik di salah satu Sekolah Dasar yang berada di bagian Utara Kabupaten Jember di mana desa tersebut merupakan desa yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Bondowoso, yaitu SDN Sucopangepok 01 yang letaknya di Desa Sucopangepok, Kecamatan Jelbuk, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. Adapun tujuan kami mengadakan audiensi ini ialah untuk merealisasikan salah satu ide atau inovasi kami, yaitu memberikan edukasi serta pelatihan kepada anak-anak usia produktif di sekitar SDN Sucopangepok 01 untuk membantu mereka dalam menemukan serta mengembangkan minat dan bakatnya.
Namun, dalam audiensi ini saya dikejutkan dengan adanya fakta yang sangat menarik bahwasanya angka stunting di kawasan ini masih cukup tinggi, prevalensi pernikahan anak merupakan penyebab utama dari tingginya kondisi stunting yang sedang terjadi. Cukup banyak anak yang mengalami putus sekolah atau tidak melanjutkan sekolah karena beberapa faktor, beberapa diantaranya ialah keyakinan terhadap adat-istiadat atau budaya yang ada di daerah tersebut, keinginan dari dirinya sendiri untuk menikah, perintah dari orang tua, keterbatasan ekonomi, dan terlalu menyepelekan pendidikan formal.
“Warga masyarakat daerah sini banyak beranggapan bahwa akan banyak sekali biaya yang mereka keluarkan jika mereka tidak segera menikahkan anaknya, sedangkan kondisi ekonomi keluarga hanya pas-pasan, jadi lebih baik anak tersebut bekerja saja atau dinafkahi oleh suaminya guna membantu meringankan beban ekonomi keluarganya,” Ujar Pak Darsono, salah satu Guru SDN Sucopangepok 01 juga warga asli Desa Sucopangepok.
“Tak hanya itu, banyak diantara mereka juga beranggapan bahwa menempuh pendidikan formal di sekolah bukanlah suatu kewajiban, ujung-ujungnya anak perempuan bakal di dapur dan anak laki-laki harus bekerja, jadi buat apa sekolah tinggi-tinggi,” Ucap Pak Erick yang juga merupakan Guru di SDN Sucopangepok 01 juga Pamong di desa Sucopangepok.
“Budaya atau adat-istiadat di sini juga masih cukup kental mbak, masyarakat di sini percaya jika anak mereka sudah dilamar atau sudah ada yang mengajak menikah, pantang bagi mereka untuk menolak lamaran atau ajakan tersebut, atau masyarakat di sini sering menyebutnya dengan pamali,” Ujar Pak Darsono.
“Cari murid disini juga cukup susah mbak, saya harus berkunjung ke rumah-rumah warga agar masih ada anak yang mau sekolah di SD ini, Alhamdulillah per hari ini saya sudah dapat sekitar 20 murid. Andaikan saya tidak berusaha sedemikian, bisa-bisa Sekolah ini ditutup oleh Pemerintah karena tidak ada lagi anak-anak yang mau bersekolah di SD ini,” Sambung Pak Darsono.
Tak hanya itu saja, faktor eksternal lain yang mendorong tingginya angka stunting di kawasan ini adalah kurangnya sosialisasi atau gerakan yang mampu menjadikan kualitas masyarakat di kawasan ini lebih baik lagi, terutama dari segi generasi dan juga kesehatan. Padahal banyak sekali kegiatan yang bisa dilakukan guna menyelesaikan permasalahan ini serta membantu menyukseskan program Bapak Hendy Siswanto selaku Bupati Kabupaten Jember yang menargetkan agar kasus stunting di Kabupaten Jember harus di bawah 10% pada akhir tahun 2023.
Berikut beberapa gambaran inovasi yang bisa dilakukan pemuda atau elemen masyarakat lain guna menyelesaikan permasalahan kesehatan dan pernikahan anak yang sedang terjadi di kawasan ini. Pertama, ialah membuat wadah untuk anak-anak agar mereka mampu memiliki keterampilan khusus yang bisa berguna dalam meraih kesuksesan di masa depan, melakukan edukasi tentang kesehatan dan pendidikan seksual, menyediakan pendidikan formal yang memadai, seperti tercukupinya segala fasilitas sebagai wadah mereka dalam upaya mengetahui minat dan bakatnya, memberdayakan masyarakat agar lebih paham terkait bahaya pernikahan anak atau pernikahan dini dan hal positif lainnya.
Jika kita tidak melakukan upaya sesegera mungkin dalam menyelesaikan permasalahan ini, kita tahu bahwa akan terjadi berbagai dampak negatif yang tidak hanya dirasakan saat ini saja, melainkan bisa saja berdampak pada generasi yang akan datang. Berikut adalah beberapa konsekuensi yang mungkin saja akan terjadi jika permasalahan ini tak kunjung diselesaikan, yang pertama ialah kemungkinan adanya kelahiran anak dengan kondisi prematur atau cacat, banyak terjadi konflik yang bisa saja mengakibatkan perceraian jika masing-masing individu tidak dapat mengendalikan dirinya dengan baik, hal tersebut juga akan berpengaruh pada pola asuh orang tua pada anak, karena anak membutuhkan lingkungan keluarga yang penuh kasih sayang dan keharmonisan agar perkembangan anak dapat berjalan maksimal, dan yang keempat adalah meningkatnya resiko terkena berbagai jenis penyakit kronis, seperti HIV, kanker leher rahim, dan lain sebagainya.
Lantas, masih menunggu apa lagi? Menunggu ribuan jiwa lagi yang menjadi korban dari permasalahan ini? Tidak kan, berbagai upaya bisa saja kita lakukan, mulai dari hal-hal kecil seperti mengampanyekan terkait stunting, kesehatan remaja, dan hal lainnya. Walaupun Gerakan tersebut bisa dikatakan dengan Gerakan kecil, namun kita tidak pernah tahu sebesar apa dampak yang diberikan ketika semua pemuda mengampanyekan hal tersebut. Oleh karena itu, saya sebagai perwakilan pemuda, meminta tolong dengan hormat kepada para pemuda lainnya, karena kita sebagai pemuda yang dipercayai menjadi agent of change atau pembawa perubahan harus berani menyuarakan ide atau inovasi yang kita miliki serta mengupayakan semaksimal mungkin agar inovasi tersebut dapat terealisasikan secara maksimal, guna menjadikan Indonesia terutama Kabupaten Jember lebih baik lagi dari berbagai bidang, utamanya di bidang kesehatan.
Saya percaya, jika anak muda diberi satu kesempatan untuk membawa perubahan demi meningkatkan kualitas Indonesia dari bidang apa pun, maka kami selaku pemuda akan memaksimalkan kesempatan tersebut untuk membentuk masa depan Indonesia yang lebih cerah, inovatif, dan berkelanjutan. Saya yakin, pemuda bukan hanya agen perubahan masa depan, tetapi juga sumber inspirasi bagi generasi yang akan datang.
Dari Jember, untuk Indonesia.
Dari anak muda, untuk masa depan yang lebih inklusif dan berdaya saing global.
REFERENSI
1. Prihatini, Zintan. “Kasus Stunting pada Anak di Indonesia Masih Tinggi, Dokter Ingatkan Pentingnya Deteksi Dini”. kompas.com, 24 Februari 2022, https://www.kompas.com/sains/read/2022/02/24/173000023/kasus-stunting-pada-anak-di-indonesia-masih-tinggi-dokter-ingatkan
2. Gitiyarko, Vincentius. “Stunting di Indonesia: Data, Penyebab, dan Langkah Intervensinya”. kompas.id, 01 Maret 2022, https://www.kompas.id/baca/paparan-topik/2022/03/01/stunting-di-indonesia-data-penyebab-dan-langkah-intervensinya
3. Arifianto, Hermawan. “Jember Peringkat Pertama Stunting di Jatim, Ini Deretan Penyebabnya”. liputan6.com, 03 Februari 2023, https://www.liputan6.com/surabaya/read/5196256/jember-peringkat-pertama-stunting-di-jatim-ini-deretan-penyebabnya
4. Teja, Mohammad. (2019). Stunting Balita Indonesia dan Penanggulangannya. info singkat, Vol XI, Hlm 14-16.