Bandung, 18 Februari 2025 – Di tengah krisis pangan global dan meningkatnya angka food waste di Indonesia, komunitas anak muda Hareudang Bandung hadir dengan aksi nyata. Mengusung semangat keberlanjutan, mereka aktif mengedukasi masyarakat tentang pengelolaan pangan yang lebih bijak, mengurangi limbah makanan, dan mendorong kesadaran tentang sistem pangan yang lebih adil dan berkelanjutan.
Krisis Food Waste di Kota Bandung
Food waste (sisa pangan) adalah makanan yang terbuang dan tidak dikonsumsi meskipun masih layak, s
edangkan food loss (susut pangan) mengacu pada kehilangan makanan yang terjadi di sepanjang rantai produksi dan distribusi. Masalah ini menjadi perhatian serius di Indonesia, yang tercatat sebagai salah satu negara penghasil food waste terbesar di dunia.
Menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Indonesia memproduksi sekitar 23-48 juta ton sampah makanan setiap tahunnya. Di Kota Bandung sendiri, data dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) mencatat bahwa produksi sampah harian mencapai sekitar 1.500 ton, dengan 44,52% atau sekitar 667,5 ton per hari merupakan food waste.
Hareudang Bandung: Gerakan Anak Muda untuk Ketahanan Pangan
Hareudang Bandung adalah komunitas non-profit yang baru berdiri selama 1 tahun 3 bulan. Organisasi ini didirikan oleh delapan founders dan satu co-founder yang awalnya bertemu dalam sebuah program sosial. Dengan komitmen bersama, mereka membentuk komunitas ini pada November 2023.
Menurut Yoga Fauzan Renardi, salah satu founder, “Organisasi ini memang masih kecil, tetapi dengan dedikasi dan semangat anggota, Hareudang Bandung terus berkembang untuk memberikan dampak nyata dalam mengatasi isu pangan dan lingkungan.”
Nama Hareudang merupakan singkatan dari Hayu Redakan Permasalahan Pangan. Ide ini muncul setelah observasi cuaca di Bandung pada Oktober-Desember 2023, di mana suhu udara lebih panas dari biasanya. Penelitian lebih lanjut mengungkap bahwa peningkatan food waste berkontribusi terhadap kenaikan emisi karbon, sehingga muncullah nama Hareudang Bandung sebagai simbol kepedulian terhadap lingkungan dan pangan.
Kalapa Run 2025: Lari untuk Menyelamatkan Pangan
Sebagai bagian dari aksi nyata dalam mengurangi food waste, pada Minggu lalu, Hareudang Bandung menggelar Kalapa Run 2025. Kampanye ini menggabungkan edukasi tentang pengelolaan sampah makanan dengan kegiatan lari. Acara ini melibatkan masyarakat se-Jawa Barat dan menjadi event lari pertama di Indonesia yang mengusung konsep food waste.
Menurut Yoga, “Acara ini telah dipersiapkan selama dua bulan oleh panitia dan menjadi langkah inovatif dalam mengajak masyarakat untuk lebih peduli terhadap pangan.”
Melalui ajang Kalapa Run 2025, komunitas Hareudang Bandung berhasil menekan emisi karbon sekaligus menyelamatkan 13.116 kg CO2 yang berpotensi terbuang di Kota Bandung. Tak hanya itu, mereka juga menggandeng petani lokal untuk mendukung sektor pertanian dengan memanfaatkan hasil panen yang berisiko mengalami food loss, seperti tomat ceri dari Lembang dan kentang dari Pangalengan.
Dalam acara ini, setiap peserta yang berlari sejauh 5 km turut berkontribusi dalam menyelamatkan sekitar 6-7 kg kentang yang sebelumnya berisiko terbuang. Upaya ini tidak hanya meningkatkan kesadaran akan pentingnya keberlanjutan pangan, tetapi juga menghadirkan aksi nyata dalam meminimalisir pemborosan makanan yang masih layak konsumsi.
Mekanisme program ini cukup unik. Setiap peserta yang membeli tiket lari secara otomatis berkontribusi dalam penggalangan dana untuk petani lokal. Dana yang terkumpul kemudian digunakan untuk membeli hasil panen yang tidak lolos standar pasar, tetapi masih layak konsumsi, seperti kentang dan tomat ceri. Dengan cara ini, bahan pangan yang sebelumnya berpotensi terbuang justru dimanfaatkan kembali, sekaligus memberikan dampak ekonomi bagi petani.
Kalapa Run 2025 menjadi contoh nyata bagaimana olahraga, lingkungan, dan ketahanan pangan dapat saling terhubung dalam satu gerakan yang berdampak luas.
Dampak dan Harapan
Aksi yang dilakukan oleh Hareudang Bandung tidak hanya membantu mengurangi limbah makanan, tetapi juga membantu para petani untuk mengurangi angka kerugian dari hasil taninya. Dengan semangat kolaborasi, mereka berharap gerakan ini bisa menginspirasi lebih banyak komunitas untuk melakukan hal serupa di berbagai daerah.
“Masalah pangan bukan hanya soal produksi, tetapi juga distribusi dan konsumsi yang bijak. Kami ingin menunjukkan bahwa anak muda bisa berperan aktif dalam membangun sistem pangan yang lebih adil dan berkelanjutan,” ujar salah satu perwakilan Hareudang Bandung.
Kesimpulan
Gerakan yang dilakukan oleh Hareudang Bandung menjadi bukti bahwa mengatasi food waste bukanlah sesuatu yang mustahil. Dengan edukasi, aksi kolektif, dan perubahan pola pikir, masyarakat dapat berkontribusi dalam menciptakan masa depan pangan yang lebih baik.
Jadi, apakah Anda siap bergabung dalam gerakan Food Waste? No Way!? Saatnya bergerak untuk ketahanan pangan dan lingkungan yang lebih sehat!