Halo Sobat Remaja!
Tahukah kamu, bahwa saat ini Indonesia mengalami peningkatan kasus gangguan kesehatan mental setiap tahunnya? Menurut survei yang dilakukan oleh I-NAMHS (Indonesia National Adolescent Mental Health Survey), ada sekitar 40,4% atau sama dengan 18, 5 juta gen Z yang mengalami gangguan kesehatan mental dengan berbagai kasus. Hal ini menjadi sorotan kita bersama bahwasanya kesehatan mental penting untuk diperhatikan dan tidak dapat disepelehkan. Begitu pula dengan kesehatan melalui pilihan pangan yang kita makan setiap harinya. Tentunya dua hal ini saling berkaitan satu sama lain karena perwujudan dan pengaruhnya sangat kompleks satu sama lain.
Kenapa bisa saling berkaitan? coba kita lihat dari kebiasaan kita makan dalam keseharian. Apakah sejauh ini kita sudah cukup baik dalam memperhatikan kandungan apa yang kita makan?. Lalu, benarkah kita sudah benar-benar memahami dan mengimplementasikan pilihan makanan sehat dengan memikirkan dampak bagi tubuh dan kesehatan?. Sederhananya, mungkin kita bisa kembali mengingat apa saja yang telah kita makan hari ini. Apakah hari ini pelarian makanan dikala semua produktifitas kita itu salah satunya adalah junkfood, seblak, mie, eskrim, coklat dan sejenisnya? atau malah saking produktifnya kita menunda makan dan berakhir makan di akhir waktu? Duh, jangan ya dek ya!
Seringkali kita sadari namun masih ‘denial’ kepada diri sendiri, kegiatan produktif yang menyita waktu dan menghabiskan peran utama dalam kehidupan sehari-hari, membuat istilah baru di era gen Z. Self reward sebagai bentuk apresiasi diri, atau tentu saja ketika merasa galau dan jenuh terhadap suatu kondisi pasti lari ke makanan yang di konsumsi. Ngaku aja, gapapa.. sebagai penulis ini aku juga sering ko. Tapi diluar kebiasaan ini kita juga harus sadar dan harus bisa kontrol diri. Kesehatan mental itu sangat berpengaruh dari kesehatan tubuh kita, juga sebaliknya. Makanya akan sangat disayangkan jika kita meromantisasi suatu kondisi jenuh serta bentuk apresiasi diri, ke makanan yang juga tidak baik dengan berbagai macam alibi.
Tubuh dan mental manusia itu satu naluri, jika kebiasaan hidup kita yang tidak peduli terhadap pilihan pangan maka ia akan memberi respon dengan dampak cukup kompleks secara berkepanjangan. Misalnya, ketika kita merasa galau maka kita akan membeli makanan tidak sehat seperti seblak pedas, dengan bersembunyi dibalik kata sekali-kali. Namun kenyataan-nya malah keterusan berkali-kali tanpa disadari. Lalu, lambat laun tubuh akan merespon dengan apa yang mereka proses dari seblak tersebut tidak sehat. Berakhir kita sampai pada bab baru, yaitu diagnosis penyakit pencernaan dan lambung seperti gerd, radang, maag, pembengkakan tukak dan lain sebagainya. Apakah berhenti disitu? tentu tidak. Dengan adanya bab baru yaitu salah satu penyakit diatas, otak kita akan merespon dengan dugaan dan ketakutan lain yang bisa saja mengganggu kesehatan mental kita. Contohnya saja, seorang yang mengalami maag dianjurkan tidak mengalami stress tinggi karena beresiko untuk kambuh. Begitupun dengan beberapa kasus penyakit lain yang saling berkesinambunga.
Nah loh, Sobat Remaja mulai kebayang dan memahami kan?. Mulai sekarang alangkah baiknya, sebagai gen Z kita sadar dan menjadi garda terdepan untuk kesehatan tubuh maupun kesehatan mental. Boleh produktif, tapi jangan sampai lupa makan. Wajar kalau galau mau self reward, tapi jangan berlebihan. Karena sesuatu jika berlebihan itu tidak baik kecuali uang (bercanda).
Terimakasih Sobat Remaja yang sudah membaca!
CIAO~~