Kehamilan adalah satu masa dimana seorang perempuan berhenti haid dan di dalam rahimnya tumbuh seorang janin. Kehamilan terjadi karena terjadi pembuahan yaitu penggabungan sel sperma dan ovum dalam rahim. Pembuahan ini disebut dengan fertilisasi.
Kehamilan pada tingkat remaja merupakan permasalahan yang cukup serius karena pada usia ini remaja cenderung belum siap, baik secara mental, fisik, maupun psikis untuk mengandung seorang anak. Pada tahap remaja, organ reproduksi mulai mengalami perkembangan dan pertumbuhan. Organ reproduksi ini merupakan bagian tubuh seseorang yang digunakan untuk menjalankan reproduksi, sehingga kehamilan pada remaja putri mungkin saja dapat terjadi.
Pada dasarnya remaja adalah masa-masa dimana mereka memiliki rasa ingin tahu dan ego yang tinggi sehingga membuat remaja menyukai petualangan. Mereka juga cenderung lebih berani menanggung risiko atas perbuatannya tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang. Hal ini bisa menjadi boomerang jika keputusan yang diambil tidak tepat, maka mereka akan jatuh ke dalam hal tidak baik yang berisiko dalam berbagai masalah kesehatan fisik dan psikososial.
Kehamilan pada remaja memiliki dampak buruk baik bagi kesehatan Ibu maupun bayi yang dikandungnya.
Apa Dampak Buruk Kehamilan Remaja?
Seorang remaja yang mengandung dapat mengalami berbagai permasalahan kesehatan seperti anemia, pre eklamsi, hipertensi dan diabetes kehamilan. Hal ini dapat terjadi karena asupan makanan yang tidak mencukupi. Selain itu, kehamilan pada remaja ini juga berisiko membuat Ibu mengalami berbagai tekanan baik secara psikologis dan mental. Hal ini dikarenakan usia Ibu yang masih sangat muda dan labil sehingga belum dapat mengatasi permasalahan yang mungkin muncul selama kehamilan.
Kondisi kehamilan pada remaja juga dapat berdampak buruk bagi janin atau bayi yang dilahirkan. Penelitian yang telah dilakukan oleh Diabelková et al., (2023) menyimpulkan bahwa kelahiran prematur lebih sering sering terjadi pada ibu remaja yang hamil daripada pada kontrol (p = 0,004) karena pada kenyataannya masalah ini menjadi masalah yang kompleks dan rumit untuk mengidentifikasi penyebab pastinya. Yadav et al., (2020) menemukan bahwa kelahiran prematur ini secara signifikan lebih sering terjadi pada remaja yang kemungkinan diakibatkan dari ketidakdewasaan biologis dan kekurangan sosial ekonomi.
Namun, studi lainnya menunjukkan bahwa risiko ini dapat dikaitkan dengan ketidakmatangan biologis pada wanita remaja dan tidak terkait dengan kekurangan sosial, merokok, ataupun perawatan prenatal yang tidak memadai (Gilbert et al., 2004). Ibu remaja juga lebih mungkin mengalami kelahiran dengan bayi prematur karena ketidakmatangan ginekologis (seperti serviks pendek (25 mm) dan volume uterus yang kecil serta kerentanan terhadap infeksi subklinis.
Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) juga merupakan salah satu risiko yang dapat timbul pada bayi yang dilahirkan oleh seorang remaja. Diperkirakan bahwa remaja yang sedang tumbuh dapat bersaing dengan janin untuk mendapatkan sumber pangan atau asupan energi sehingga dapat menghambat perkembangan janin dan menyebabkan bayi lahir dengan berat badan yang rendah atau bayi baru lahir yang kecil untuk usia kehamilan mereka (Marvin-Dowle et al., 2018).
Penelitian yang dilakukan oleh Marvin-Dowle et al., (2018) di Inggris pada wanita usia rentang antara 19 tahun dan 20-35 tahun untuk memeriksa hubungan antara usia ibu dan bayi baru lahir pada wanita remaja menunjukkan bahwa berat bayi lahir sangat rendah ditemukan secara signifikan pada kelompok remaja dibandingkan kelompok kontrol. Bayi yang mengalami BBLR ini memiliki risiko kematian yang sangat tinggi dalam beberapa bulan pertama kehidupannya (Lao dan Ho, 1997) serta masalah jangka panjang yang serius yang berkaitan dengan perkembangan fisik dan kognitif mereka (Omar et al.,2010) (Koniak-Griffin & Turner-Pluta, 2001).
Dampak ataupun risiko lain yang ditimbulkan akibat kehamilan remaja bagi bayi yakni kelahiran bayi dengan skor apgar yang rendah. Istilah apgar ini diciptakan oleh seorang dokter bernama Virginia Agar yakni metode sederhana untuk mengevaluasi neonatus satu hingga lima menit setelah lahir. Skor Apgar bayi baru lahir ditentukan oleh beberapa variabel yaitu warna, detak jantung, refleks, tonus otot, dan pernapasan. Skor untuk setiap item berkisar dari 0 (nol), 1, atau 2, dengan skor total 7 hingga 10 dianggap baik (Simon et al., 2023).
Skor Apgar rendah dikaitkan dengan komplikasi bayi seperti kesulitan bernapas, masalah makan, hipotermia, dan kejang (Thavarajah et al., 2018). Skor apgar yang rendah pada lima menit awal bayi lahir juga dikaitkan dengan korelasi risiko kematian dan indikasi kemungkinan cerebral palsy yang lebih tinggi (Simon et al., 2023). Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Jepang oleh Ogawa et al., (2019) yang meneliti hubungan antara kehamilan usia remaja dengan dampak kerugian yang ditimbulkan menemukan bahwa skor apgar rendah secara signifikan ditemukan pada ibu remaja daripada ibu berusia 20-24 tahun.
Terdapat berbagai upaya yang dapat memberikan kesadaran bagi remaja untuk mencegah kehamilan pada usia muda.
Bagaimana Caranya?
Diantaranya dimulai dari dukungan keluarga yang kuat dan harmonis. Keluarga merupakan lingkup terkecil tetapi merupakan langkah preventif pertama untuk pencegahan kehamilan usia muda. Keterbukaan antara anggota keluarga dan komunikasi yang baik menjadi kunci agar remaja memiliki pengetahuan yang memadai tentang kesehatan reproduksi.
Peran sekolah dalam menyampaikan edukasi mengenai pendidikan seksual juga penting sebagai upaya pencegahan dan penyebaran informasi yang merata kepada remaja. Sekolah memerlukan kurikulum yang komprehensif yang memberikan informasi tentang reproduksi, kontrasepsi dan cara menyikapi masa remaja dengan nilai-nilai moral yang berlaku di masyarakat.
Selain itu, upaya lainnya yaitu juga dapat dilakukan melalui konten edukasi sosial media yang positif serta komunitas masyarakat yang dapat membantu remaja membangun kesadaran mengenai dampak kehamilan remaja ini. Penyuluhan melalui media elektronik maupun secara langsung dapat dilakukan untuk meningkatkan penyebaran informasi dan kesadaran pada remaja.
Terakhir, kehamilan remaja merupakan suatu permasalahan serius yang memerlukan upaya berbagai pihak baik dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat untuk memberikan kesadaran akan pentingnya mencegah kehamilan pada usia muda ini. Kehamilan pada remaja memiliki dampak buruk bagi kesehatan maupun psikologis ibu dan dampak buruk terhadap keberlangsungan kehidupan bayi di masa yang akan datang.
Sumber:
Diabelková, J., Rimárová, K., Dorko, E., Urdzík, P., Houžvičková, A., & Argalášová, Ľ. (2023). Adolescent Pregnancy Outcomes and Risk Factors. International Journal of Environmental Research and Public Health, 20(5), 4113. https://doi.org/10.3390/ijerph20054113
Gilbert,W., Jandial, D., Field, N., Bigelow, P., & Danielsen, B. (2004). Birth outcomes in teenage pregnancies. The Journal of Maternal-Fetal & Neonatal Medicine, 16(5), 265–270. https://doi.org/10.1080/jmf.16.5.265.270
Hasanah, H. (2016). Pemahaman kesehatan reproduksi bagi perempuan: Sebuah strategi mencegah berbagai resiko masalah reproduksi remaja. Sawwa: Jurnal Studi Gender, 11(2), 229-252.
Koniak-Griffin, D., & Turner-Pluta, C. (2001). Health Risks and Psychosocial Outcomes of Early Childbearing: A Review of the Literature. The Journal of Perinatal & Neonatal Nursing, 15(2), 1–17. https://doi.org/10.1097/00005237-200109000-00002
Lao, T. T., & Ho, L. F. (1997). The obstetric implications of teenage pregnancy. Human Reproduction, 12(10), 2303–2305. https://doi.org/10.1093/humrep/12.10.2303
Marvin-Dowle, K., Kilner, K., Burley, V. J., & Soltani, H. (2018). Impact of adolescent age on maternal and neonatal outcomes in the Born in Bradford cohort. BMJ Open, 8(3), e016258. https://doi.org/10.1136/bmjopen-2017-016258
Ogawa, K., Matsushima, S., Urayama, K. Y., Kikuchi, N., Nakamura, N., Tanigaki, S., Sago, H., Satoh, S., Saito, S., & Morisaki, N. (2019). Association between adolescent pregnancy and adverse birth outcomes, a multicenter cross sectional Japanese study. Scientific Reports, 9(1), 2365. https://doi.org/10.1038/s41598-019-38999-5
Omar, K., Hasim, S., Muhammad, N. A., Jaffar, A., Hashim, S. M., & Siraj, H. H. (2010). Adolescent pregnancy outcomes and risk factors in Malaysia. International Journal of Gynecology & Obstetrics, 111(3), 220–223. https://doi.org/10.1016/j.ijgo.2010.06.023
Saifuddin, Abdul Bari (2009) Ilmu kebidanan. Edisi Keempat. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Simon, L. V., Hashmi, M. F., & Bragg, B. N. (2023). APGAR Score. Dalam StatPearls. StatPearls Publishing. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470569/
Supariasa, I. D. (2017). Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Thavarajah, H., Flatley, C., & Kumar, S. (2018). The relationship between the five minute Apgar score, mode of birth and neonatal outcomes. The Journal of Maternal-Fetal & Neonatal Medicine, 31(10), 1335–1341. https://doi.org/10.1080/14767058.2017.1315666
Yadav, S., Choudhary, D., Kc, N., Kumar Mandal, R., Sharma, A., Singh Chauhan, S., & Agrawal, P. (2020). Adverse Reproductive Outcomes Associated With Teenage Pregnancy. McGill Journal of Medicine, 11(2). https://doi.org/10.26443/mjm.v11i2.600