Siapa sih yang enggak tergoda saat menemukan pakaian dan aksesoris dengan harga terjangkau? Apalagi kalau modelnya selalu up-to-date mengikuti tren yang sedang populer. Produk fast fashion, demikian sebutannya, kini semakin mudah dijumpai. Bukan hanya di etalase pusat perbelanjaan, melainkan juga di toko belanja daring di genggaman.
Tetapi, pernahkah Sobat berpikir, bagaimana industri fast fashion bisa memproduksi pakaian dalam jumlah banyak dengan begitu cepatnya? Lalu, ke mana perginya produk pakaian yang sudah tidak lagi laku di pasaran karena tren yang berganti-ganti?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat penting untuk dijawab. Sebab, Industri fast fashion menjadi salah satu pemicu gejala-gejala krisis iklim yang saat ini kita rasakan dampaknya. Di balik harganya yang relatif terjangkau dan kemampuannya dalam mengikuti perubahan tren yang cepat, terdapat harga mahal yang harus dibayar oleh lingkungan dan umat manusia.
Memang, apa saja masalah lingkungan yang dipicu oleh industri fast fashion? Lantas, sebagai Sobat Remaja, apa yang bisa kita lakukan? Yuk, kita bahas bersama!
Fast Fashion dan Krisis Lingkungan Di Baliknya
Fast fashion bukan cuma soal tren mode yang bergerak cepat, melainkan juga salah satu penyebab utama krisis lingkungan yang terjadi di sekitar kita. Berikut ini adalah dampak-dampak krisis lingkungan yang dipercepat oleh industri fast fashion dan penjelasan di baliknya.
1. Menjadi Sumber Mikroplastik yang Merusak Udara dan Air
Tahukah Sobat, apa jenis material yang digunakan oleh industri fast fashion? Menurut ulasan Greenpeace, sebagian besar produk fast fashion terbuat dari poliester, nilon, atau akrilik, bahan-bahan sintetis yang berbahan dasar mikroplastik.
Nah, materi mikroplastik bisa terlepas dan mengotori udara, lalu terhirup ke dalam tubuh melalui makanan dan benda-benda di sekitar. Saat dicuci, materi mikroplastik juga mengalir ke sungai yang biasa kita gunakan airnya untuk minum dan memasak.
Mikroplastik yang ke dalam tubuh tentu saja berbahaya bagi kesehatan. Jika kadarnya terlalu banyak, Sobat bisa menjadi rentan mengalami berbagai masalah kesehatan, terutama alergi dan gangguan metabolisme.
2. Menambah Limbah Tekstil yang Mencemari Tanah
Kemampuannya dalam menyesuaikan perubahan tren menjadi alasan kenapa produk fast fashion banyak digemari. Namun, sebuah tren pakaian biasanya tidak pernah bertahan lama. Tren yang populer bulan ini akan dengan cepat digantikan oleh tren baru di bulan berikutnya. Segalanya menjadi soal kebaruan.
Penelitian di tahun 2021 menunjukkan, merk-merk fast fashion seperti Zara dan H&M memiliki siklus pergantian tren 52 kali dalam satu tahun. Artinya, setiap minggu selalu ada gaya produk baru yang mereka perkenalkan. Selain untuk memberikan kebaruan, cara ini juga dilakukan untuk mengikuti tren permintaan pasar yang sering berubah.
Nah, apakah Sobat berpikir? Ke mana produk-produk pakaian yang sudah ketinggalan tren karena tidak lagi memenuhi permintaan pasar? Jawaban terbesarnya adalah dibuang! Nah, karena berbahan dasar mikroplastik yang butuh bertahun-tahun untuk terurai, sekali lagi, produk-produk fast fashion yang terbuang menyebabkan masalah serius soal pencemaran lingkungan.
Mengutip Fashion Revolution, setiap satu detik setidaknya ada satu truk limbah tekstil yang terbuang. Pada tahun 2014, untuk pertama kalinya, jumlah produksi pakaian mencapai 100 miliar pcs di seluruh dunia, dengan total pembuangan 92 juta ton limbah tekstil. Angka ini diperkirakan akan terus naik sampai dengan 2030 dengan total 148 juta ton limbah tekstil per tahun.
3. Meningkatkan Emisi Karbon yang Memicu Pemanasan Global
Kembali ke pertanyaan di bagian awal, bagaimana industri fast fashion memproduksi pakaian dalam jumlah banyak dan waktu yang cepat? Jawabannya adalah penggunaan bahan bakar fosil. Memproses plastik menjadi pakaian secara masif membutuhkan energi yang besar seperti minyak.
Nah, masalahnya, karena skala produksi industri fast fashion sangatlah besar, emisi karbon yang dihasilkan dari pembakaran juga sangat banyak. Karena kemampuannya dalam memerangkap karbon dioksida di lapisan atmosfer, emisi karbon menjadi alasan mengapa akhir-akhir ini suhu meningkat secara ekstrim.
Mengutip data Statista, geliat industri fast fashion sepanjang tahun 2022 saja telah melepas hampir 900 juta metrik ton karbon dioksida ke atmosfer. Apabila tidak ada tindakan serius yang dilakukan, angka ini diperkirakan akan naik menjadi 1,2 miliar metrik ton di tahun 2030.
Besar banget ya efeknya? Iya! Tetapi, perkiraan ini bukan hal yang mengherankan. Sebab, menurut analisis OXFAM, pembuatan satu pakaian katun putih saja mampu menghasilkan emisi setara dengan mengendarai mobil lebih dari 50 ribu kilometer!
4. Menguras Sumber Daya Air Tawar di Bumi
Tahukah Sobat? Selain menghasilkan pembakaran, proses produksi fast fashion juga memakan banyak sumber daya air. Hampir semua tahapan, mulai dari pembuatan serat, menyiapkan benang, menyiapkan kain, pewarnaan, perakitan, distribusi, serta pembuangan, semuanya ternyata membutuhkan penarikan air dalam jumlah besar.
Berdasarkan laporan Quantis Internasional tahun 2018, penarikan air paling banyak terjadi di tahap paling awal, yakni pembuatan serat. Jumlahnya maksimal mencapai 1 miliar meter kubik air. Sebagian besar air yang dikuras adalah air permukaan atau air tanah yang sangat kita perlukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Sementara menurut ulasan Sustainablity Magazine, satu celana jeans membutuhkan 3.125 liter air; satu hoodie menghabiskan 3.350 liter air; satu kaus memakan 1.500 liter air; dan hampir 2.000 liter air digunakan untuk memproduksi celana dalam dan kaus kaki. Dengan demikian, ketika membeli satu set produk fast fashion, Sobat secara tak langsung menghabiskan air yang bisa digunakan untuk minum selama 20 tahun!
Apa yang Bisa Sobat Remaja Lakukan?
Apa yang Sobat pikirkan ketika membaca fakta-fakta di atas? Sebagai seorang remaja, Sobat mungkin akan mengalami dilema. Di satu sisi, ternyata konsumsi fast fashion menyimpan banyak masalah terkait krisis lingkungan. Namun, di sisi lain, kebutuhan akan produk pakaian yang murah dan gampang dijangkau akan selalu ada. Apalagi, produk pakaian yang lebih ramah lingkungan relatif sulit ditemukan dan memakan biaya lebih.
Nah, Sobat tidak perlu kok berhenti membeli pakaian baru! Ada beberapa langkah kecil yang bisa Sobat lakukan untuk menekan dampak buruk industri fast fashion. Yuk, simak bersama!
1. Mencoba Berhenti untuk Mengikuti Tren
Industri fast fashion selalu bermain dengan perubahan tren. Mereka akan terus selalu menawarkan produk baru sesuai dengan tren yang sedang populer di pasar. Sebagai langkah pertama, Sobat bisa melatih diri untuk keluar dari permainan tren ini.
Contohnya, Sobat bisa mulai belajar untuk tidak gampang FOMO ketika mendapati produk-produk pakaian populer yang lewat di media sosial. Dengan cara ini, Sobat pelan-pelan akan dijauhkan dari kebiasaan belanja pakaian impulsif karena tren.
2. Membeli Lebih Sedikit, Tapi Berkualitas
Setelah belajar untuk menahan diri tidak mengikuti tren, Sobat masih boleh kok untuk membeli pakaian baru. Tetapi kini pertimbangannya harus diubah, yakni bukan lagi karena tidak ingin ketinggalan tren, melainkan karena kebutuhan jangka panjang. Sobat bisa mulai mengurangi intensitas membeli pakaian, dari yang tadinya mungkin setiap bulan karena mengikuti tren, menjadi hanya enam bulan sekali.
Karena orientasinya adalah kebutuhan jangka panjang, Sobat bisa memilih produk-produk pakaian yang kualitasnya lebih baik. Uang yang harus dikeluarkan mungkin sedikit lebih banyak, namun yang penting Sobat tidak perlu lagi buru-buru membeli baru ke depannya. Jangan lupa juga untuk menyimpan dan merawatnya dengan baik agar bertahan lama ya, Sobat!
3. Memperbaiki dan Memaksimalkan Pakaian Lama
Sembari menunggu waktu yang pas untuk membeli pakaian baru, Sobat kemudian bisa memaksimalkan pakaian lama. Untuk pakaian-pakaian yang kiranya masih mungkin untuk ditambal atau diperbaiki, Sobat bisa membawanya ke tempat jahit agar terlihat kembali seperti baru.
Selain itu, Sobat juga bisa membuka kembali lemari, menengok pakaian-pakaian yang selama ini mungkin dilupakan karena bosan atau dirasa sudah ketinggalan tren, lalu mencoba mengeksplorasi berbagai pilihan mix and match dengan pakaian yang ada.
4. Memanfaatkan Pakaian Bekas/Preloved
Cara lainnya adalah memanfaatkan pakaian bekas. Sebagai komitmen untuk menekan krisis lingkungan, Sobat bisa beralih dari pusat perbelanjaan ke thrift shop. Di sana ada banyak pakaian-pakaian yang mungkin tidak lagi diinginkan oleh pemiliknya. Daripada menumpuk menjadi limbah tekstil, akan lebih baik jika dipakai kembali, bukan?
Nah, sebaliknya, Sobat juga bisa menjual kembali atau mendonasikan pakaian-pakaian lama yang mungkin sudah tidak ingin dimiliki kembali. Hal ini utamanya bisa dilakukan ketika Sobat merasa sudah waktunya untuk membeli pakaian baru.
Jadi, ketika ada satu pakaian baru datang, ada satu pakaian lainnya yang keluar. Selain mencegah ada pakaian yang terbuang sia-sia, Sobat pun juga jadi punya kesempatan untuk memulai hidup yang lebih minimalis tanpa masalah penumpukan barang.
5. Mendukung Industri Slow Fashion
Apabila ingin mengambil peran yang lebih besar, Sobat juga bisa melengkapi koleksi pakaian Sobat dengan produk yang benar-benar dirancang lebih ramah lingkungan. Apakah caranya adalah dengan membeli pakaian berlabel hijau?
Boleh saja, tetapi Sobat harus berhati-hati. Karena tidak semua pakaian yang diklaim ramah lingkungan tidak benar-benar demikian. Apalagi kalau produknya dikeluarkan oleh merk besar yang selama ini bermain di fast fashion. Tidak menutup kemungkinan, itu hanya strategi pemasaran agar kita tertarik untuk membeli (greenwashing).
Cara paling aman ialah tentu saja membeli produk-produk pakaian yang dikeluarkan oleh industri slow fashion. Di Indonesia, ada beberapa merk lokal yang menerapkan konsep keberlanjutan di dalam produk-produk pakaian mereka, di antaranya seperti Sare Studio, Osem, Sukkha Cita, Pijak Bumi, dan Setali.
Sebagai remaja, fesyen mungkin jadi medium paling mudah untuk mengekspresikan identitas Sobat. Namun, apa artinya kalau kita justru mengalami ketergantungan terhadap produk fast fashion yang merusak lingkungan? Dengan menyadari sisi gelap dari industri fast fashion dan lebih bijak dalam mengonsumsi pakaian, Sobat bisa tetap tampil keren tanpa ikut merusak bumi! Sudah siap menjadi penggemar fesyen yang lebih cerdas dan peduli?