Peran Protein Hewani Untuk Mencegah Stunting Pada Anak

protein hewani

Sehebat apa sih protein hewani, hingga digadang-gadang mampu mencegah stunting pada anak? 

Indonesia menjadi salah satu negara yang masih memiliki kendala terhadap permasalahan gizi. Pemerintah menargetkan prevalensi stunting menjadi 14 persen tahun 2024, dimana pada 2019 mencapai 27,6 persen (Riset Kesehatan Dasar, 2019) dan di 2023 turun menjadi 21,6 persen. Sebenarnya penanggulangan masalah stunting harus dimulai jauh sebelum seorang anak dilahirkan, bahkan dimulai dari masa remaja untuk mempersiapkan gizi yang adekuat sebelum pada akhirnya menikah dan melahirkan.

Stunting merupakan kekurangan gizi kronis yang disebabkan karena asupan gizi yang kurang dalam waktu yang cukup lama akibat dari pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizinya (Ahmad Suhaimi, 2022). Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak menjadi terlalu pendek untuk usianya (Odilia Esem, 2023).

Penelitian yang dilakukan oleh Asfiyatus Sholikhah (2022) mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara jumlah konsumsi protein hewani pada anak non stunting dan dengan anak gagal tumbuh atau stunting. Eratnya hubungan protein hewani dengan pertumbuhan menyebabkan seorang anak yang kurang asupan proteinnya akan mengalami pertumbuhan yang lebih lambat daripada anak dengan jumlah asupan protein yang cukup. Protein hewani memiliki peranan penting dalam mencegah atau meminimalisir terjadinya kejadian stunting pada anak balita. Anak balita yang mengkonsumsi protein hewani yang cukup dapat terhindar dari kejadian stunting. Hal tersebut dikarenakan protein hewani mengandung asam amino esensial yang dapat mensintesis hormon pertumbuhan sehingga dapat mempercepat laju pertumbuhan balita dan menghindarkan balita agar tidak mengalami kejadian stunting.

Tak hanya itu, penelitian yang dilakukan oleh Anggita Chandra Oktaviani (2018) membuktikan bahwa terdapat hubungan siginifikan antara total konsumsi protein hewani dan perannya sebagai unsur penyebab gagal tumbuh atau stunting. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah protein hewani yang dimakan merupakan faktor risiko perawakan pendek pada anak hingga usia 2-4 tahun.

Protein hewani berperan untuk mencegah stunting pada anak balita (Afiah, 2020). Karena protein hewani adalah salah satu nutrisi yang dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan perkembangan struktur tubuh (otot, kulit, dan tulang), protein ini dapat membantu mengganti kan jaringan yang rusak (Dewi & Adhi, 2016). Sehingga anak yang mengkonsumsi protein hewani yang cukup dapat terhindar dari kejadian stunting.

Menurut Rahayu penyebab langsung terjadinya stunting meliputi adanya infeksi dan asupan makan yang kurang (2018). Kurangnya asupan makan menjadi penyebab langsung adanya gangguan pertumbuhan pada anak. Rendahnya asupan energi dan protein merupakan penyebab adanya gangguan pertumbuhan yang paling banyak ditemukan (Hartini, 2019). Tubuh manusia mendapatkan energi dari makanan. Untuk menciptakan status gizi normal diperlukan asupan energi yang seimbang antara energi yang didapatkan tubuh dengan energi yang keluar. Apabila asupan energi yang diperoleh dari makanan kurang dari yang dikeluarkan, maka terjadi perubahan keseimbangan energi ke arah negatif dan bila terjadi pada anak akan mengganggu pertumbuhan (Sari, 2016) Asupan energi yang kurang pada tubuh mengakibatkan zat gizi pada tubuh juga berkurang, sehingga simpanan energi dalam tubuh akan digunakan untuk mengatasi kurangnya zat gizi. Jika kondisi tersebut terjadi cukup lama, simpanan energi akan habis dan mengakibatkan anak mengalami stunting (Rahmawati, 2018).

Lalu, bagaimana peranan protein hewani di dalam tubuh? 

Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan. Dalam protein terdapat sumber energi dan zat pengatur jaringan tubuh (Muchtadi, 2010). Protein juga berguna sebagai biokatalisator enzim dalam proses kimia. Karbohidrat dalam tubuh manusia bermanfaat sebagai sumber energi utama yang diperlukan untuk beraktivitas, karbohidrat yang berlebihan dalam tubuh akan disimpan dalam bentuk lemak sebagai cadangan sumber energi. Lemak dalam tubuh bermanfaat sebagai sumber energi dan melarutkan vitamin sehingga dapat mudah diserap oleh usus. Protein merupakan zat yang membantu untuk membangun sel tubuh sehingga sangat penting bagi balita yang berada dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan, selain itu protein berfungsi sebagai pengganti sel tubuh yang rusak (Ahmad Suhaimi, 2022). Konsumsi protein hewani sering dikaitkan dengan pertumbuhan pada anak karena protein memiliki asam amino yang dapat berfungsi membantu proses pertumbuhan serta perkembangan anak. Protein juga merupakan zat makro yang berfungsi sebagai reseptor yang dapat mempengaruhi fungsi DNA sehingga merangsang atau mengendalikan proses pertumbuhan. Semakin tinggi dan baik kualitas protein yang dikonsumsi maka semakin tinggi juga kadar insulin (IGF-1) yang bertugas sebagai mediator pertumbuhan dan pembentukan matriks tulang (Siringoringo, 2020).

Menurut Kemenkes RI (2014), pangan sumber protein terdiri atas protein hewani dan protein nabati. Pangan protein hewani antara lain ikan, telur, susu, daging unggas (ayam dan bebek), daging kambing, daging sapi serta seafood. Sedangkan pangan protein nabati antara lain tahu, tempe dan kacang-kacangan. Asam amino dalam protein hewani lebih lengkap daripada asam amino protein nabati. Menurut Sholikhah dan Dewi (2022), asam amino dibutuhkan untuk sintesis salah satu hormon yaitu hormon tiroid yang dapat mempercepat pertumbuhan serta perkembangan tubuh karena berfungsi sebagai penentu laju metabolik dalam tubuh. Selain hormon tiroid, hormon yang juga mempengaruhi pertumbuhan adalah human growth hormon (HGH). Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa pangan sumber protein hewani dapat mempercepat laju pertumbuhan. Anjuran asupan protein pada balita dibedakan pada setiap tahapan umur. Menurut Kemenkes RI (2019), anjuran asupan protein bagi anak usia 0-5 bulan adalah sejumlah 9 gram, 6-11 bulan sejumlah 15 gram, 1-3 tahun sejumlah 20 gram dan 4-6 tahun sejumlah 25 gram. Peningkatan kebutuhan protein balita berkaitan dengan balita yang berada pada masa pertumbuhan serta aktivitas yang meningkat. Oleh sebab itu, dibutuhkan asupan yang memadai untuk mencukupi kebutuhan gizi pada balita baik dari segi jumlah maupun variasi makan. Selain asupan energi dan protein, ASI eksklusif juga merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan peningkatan pertumbuhan pada anak (Dina Anjelia Vernanda, 2023).

Jadi, setelah kita bahas panjang kali lebar pada rangkuman jurnal-jurnal pada artikel Peran Protein Hewani Untuk Mencegah Stunting Pada Anak ini, kita jadi tahu, sepenting apa mengonsumsi protein hewani pada anak. Banyak bukti terkait penelitian yang telah dilakukan bahwa protein hewani berperan penting dalam pencegahan stunting. Maka dari itu, cegah stunting dengan melakukan pemenuhan protein hewani pada anak!

Sumber :

Afiah, N. A. (2020). Rendahnya Konsumsi Protein Hewani Sebagai Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita Di Kota Samarinda. Jurnal Nutrire Diaita, 23-28.

Ahmad Suhaimi, Y. H. (2022). Tingkat Konsumsi Protein Hewani Dan Kaitannya Kejadian Stunting Pada Balita. Rawa Sains: Jurnal Sains STIPER Amuntai, 23-30.

Anggita Chandra Oktaviani, R. P. (2018). ASUPAN PROTEIN HEWANI SEBAGAI FAKTOR RISIKO PERAWAKAN PENDEK ANAK UMUR 2-4 TAHUN. Jurnal Kedokteran Diponegoro, 977-989.

Asfiyatus Sholikhah, R. K. (2022). Peranan Protein Hewani dalam Mencegah Stunting pada Anak Balita. Jurnal Riset Sains dan Teknologi, 95-100.

Dina Anjelia Vernanda, A. R. (2023). HUBUNGAN ASUPAN ENERGI, PROTEIN, DAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI BOJONEGORO. Jurnal Gizi Unesa, 384 – 390.

Odilia Esem, D. M. (2023). Upaya Pencegahan Stunting Dengan Pemberian Protein Hewani (Telur Rebus) Dan Edukasi Kebutuhan Protein Hewani Terhadap Balita 1-5 Tahun Di Posyandu IVRT8 Dan RT9, Desa Oben Kabupaten Kupang. urnal PengabdianMasyarakat Al-Irsyad, 9-18.

Rahayu, A. Y. (2018). Study Guide-Stunting dan Upaya Pencegahannya. Yogyakarta: CV Mine.

Sari. (2016). Asupan Protein, Kalsium dan Fosfor pada Anak Stunting dan Tidak Stunting Usia 24-59 Bulan. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 152-159.

Siringoringo. (2020). Karakteristik Keluarga dan Tingkat Kecukupan Asupan Zat Gizi Sebagai Faktor Kejadian Stunting. Journal Of Nutrition College, 54-62.

Facebook
X
Threads
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Event Kami

IYD Challage 2024

Artikel Populer

Artikel Terkait

Translate »