Masalah Gizi: Multifaktor Dari Ekonomi Hingga Demografi

masalah gizi

Angka gizi buruk di Indonesia masih tinggi. Bahkan dari tahun ke tahun kecenderungannya semakin meningkat. Berdasarkan data statistik Departemen Kesehatan RI tahun 2005 dari 241.973.879 penduduk Indonesia, 6% atau sekitar 14,5 juta orang menderita gizi buruk.

Departemen Kesehatan juga telah melakukan pemetaan dan hasilnya menunjukkan bahwa penderita kurang gizi ditemukan di 72% kabupaten di Indonesia. Permasalahan gizi umumnya terjadi karena dua hal yaitu karena jumlah konsumsi yang kurang dan terdapat gangguan dalam pencernaan sumber gizi tersebut.Permasalahan gizi memiliki dimensi yang luas karena tidak hanya berkaitan pada pangan dan kesehatan tetapi juga pada faktor ekonomi sehingga kemiskinan merupakan salah satu penyebab terjadinya kekurangan gizi di Indonesia.

Pada daerah pedesaan, sangat lumrah terjadi permasalahan gizi, seperti stunting dan obesitas. Kurangnya kesadaran akan pentingnya gizi bagi kehidupan menjadikan banyaknya pihak mengabaikan fungsi dari gizi. Seharusnya semua manusia memperoleh kebutuhan gizi yang cukup yaitu berasal dari makanan. Semua nutrisi penting ini harus ada dalam jumlah yang tepat untuk mencapai pola makan seimbang.

Komposisi gizi suatu bahan makanan biasanya dinyatakan dalam kandungan protein, asam amino, lemak, asam lemak, karbohidrat, vitamin, garam mineral dan air. Nutrisi adalah bahan pembangun tubuh manusia. Zat-zat ini diperlukan untuk pertumbuhan, pemeliharaan dan perbaikan jaringan tubuh, pengaturan proses dalam tubuh, dan penyediaan energi bagi tubuh. Namun, nyatanya banyak masyarakat yang hanya memperhatikan dampak kenyang atau murah dan mahalnya sehingga baik nutrisi makro maupun mikronya tidak terpenuhi dengan baik sehingga dapat mengalami defisiensi.

Defisiensi nutrisi banyak sekali memberikan dampak buruk bagi kesehatan. Contohnya adalah apabila kita kekurangan nutrisi mikro seperti vitamin D, maka penyerapan kalsium akan terganggu sehingga akan menimbulkan penyakit yang berhubungan dengan tulang seperti osteoporosis. Penyakit tersebut hanyalah satu dari sekian banyak dampak buruk dari kekurangan gizi, selebihnya bisa lebih dari pada itu. Namun, masyarakat tidak peduli pada hal tersebut karena telah dinormalisasi.

Terkait permasalahan gizi, anak-anak memerlukan penanganan yang serius. Termasuk untuk memastikan nutrisi diberikan sesegera mungkin. Hal ini disebabkan karena adanya malnutrisi (kekurangan nutrisi).

Berikut beberapa dampak dari malnutrisi pada anak: 

a. Malnutrisi merupakan penyebab utama kematian pada bayi dan anak kecil sehingga akan terjadi penurunan kualitas sumber daya manusia di masa depan.

b. Malnutrisi meningkatkan angka penyakit dan menurunkan produktivitas manusia. Hal ini akan menambah beban pemerintah untuk meningkatkan fasilitas kesehatan.

c. Gizi buruk menyebabkan penurunan intelektualitas anak yang berarti menurunnya kualitas kecerdasan manusia generasi muda. Padahal, generasi muda sangat penting bagi pembangunan bangsa.

d. Kekurangan gizi menyebabkan berkurangnya daya tahan manusia dalam bekerja yang berarti menurunnya prestasi dan produktivitas kerja.

Namun, permasalahan gizi tidak hanya ada pada ekonomi yang rendah, tetapi juga dialami oleh yang mempunyai ekonomi mencukupi. Hal ini karena kasus gizi mempunyai 2 tipe yaitu gizi yang berlebih dan kekurangan gizi. Gizi berlebih diakibatkan oleh kemajuan ekonomi pada suatu keluarga sedangkan gizi yang kurang disebabkan oleh kurangnya persediaan pangan serta kualitas lingkungan yang kurang terjaga.

Permasalahan gizi dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor lain yaitu mindset masyarakatnya. Budaya harian yang diturunkan secara turun menurun menyebabkan orang tua tidak terlalu memahami betapa pentingnya gizi bagi pertumbuhan anak-anaknya. Orang tuaterkadang melalaikan peran imunisasi bagi anak-anaknya padahal peran Posyandu bagi pertumbuhan anak sangatlah penting. Pemerintah sudah berusaha untuk memberikan kontribusi terbaiknya dalam penanganan permasalahan gizi tetapi masih banyak masyarakat yang mengabaikan hal tersebut.

Selain itu, faktor sosial budaya juga mempengaruhi indikator permasalahan gizi. Yaitu dari sudut pandang sosiokultural antara lain stabilitas keluarga dengan ukuran frekuensi rujuk nikah-cerai dan anak yang lahir dalam lingkungan keluarga yang tidak stabil akan rentan mengalami gizi buruk. Selain itu, indikator demografi mencakup komposisi penduduk dan pola aktivitas, seperti pertumbuhan penduduk, tingkat urbanisasi, jumlah anggota keluarga, dan jarak kelahiran. Tingkat pendidikan juga termasuk dalam faktor ini. Tingkat pendidikan berkaitan dengan status gizi karena dengan meningkatnya tingkat pendidikan seseorang maka pendapatannya cenderung meningkat sehingga meningkatkan daya beli pangannya.

Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat. Namun, penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait.

Perbaikan gizi dapat tercapai apabila berbagai sektor mendukung hal tersebut. Hal-hal yang dapat diberikan untuk perbaikan gizi di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Pemberian Edukasi untuk Ibu Hamil dan Ibu yang Mempunyai Balita

Hal ini perlu dilakukan sesuai dengan gerakan nasional aksi bergizi yang dilakukan oleh dokter-dokter yang ada di Indonesia. Kegiatan seperti ini harus terus dilakukan agar tujuan seperti edukasi mengenai pentingnya pencegahan stunting dan anemia dapat tersampaikan dengan baik. Hal-hal seperti ini perlu disampaikan kepada masyarakat yang bersangkutan karena tumbuh kembangnya anak-anak didukung oleh orang tuanya. Jika orang tua telah mengerti maka anak-anaknya diharapkan bisa menjadi generasi yang bergizi.

Edukasi ini bertujuan untuk mengubah pemikiran masyarakat mengenai pendapat bahwa gizi tidak terlalu penting. Pemikiran seperti ini harus diatasi karena rumah merupakan tempat awal untuk menentukan gizi yang baik bagi anak-anak. Selain itu peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi di bidang pangan dan gizi masyarakat juga harus dilakukan.

2. Peningkatan Pelayanan Masyarakat (Posyandu dan Puskesmas)

Berbagai citra buruk telah tercermin bagi tempat pelayanan masyarakat seperti pelayanan yang kurang baik. Hal ini mampu membuat masyarakat kurang tertarik untuk berkunjung pada tempat tersebut kecuali jika sudah sangat butuh. 

Keluarga juga harus memperhatikan gizi dari setiap anggota keluarga terutama anal-anak. Hal ini karena mereka merupakan tonggak utama kemajuan bangsa. Hal—hal mengenai penjagaan mutu gizi anak harus dilakukan sehingga nantinya setiap komponen yang berperan mampu memberikan kontribusi pada bagiannya masing-masing. 

Sehingga terwujudlah tujuan menjadikan generasi penerus bangsa sebagai orang-orang yang mempunyai gizi tinggi. Dengan menjaga gizi, maka kita juga menjaga keutuhan dan ketahanan negeri.

Referensi :

Ahmad, F. 2013. Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Sosial Ekonomi Orang Tua/Wali Murid Siswa Kelas Atas Sekolah Dasar Negeri 3 Jatiluhur Kecamatan Karanganyar Kabupaten Kebumen. Skripsi: Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.

Muhajir, I. Status Gizi Masyarakat Merupakan Dampak dari Tingkat Status. 

Facebook
X
Threads
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Event Kami

IYD Challage 2024

Artikel Populer

Artikel Terkait

Translate »