Lika Liku Makan Tang0

tango

tango

Ilustrasi oleh: Rayna Alma

Siapa sih yang tidak tahu jajanan satu ini?

Health Heroes – Jajanan berupa wafer cokelat berlapis-lapis yang ketika digigit terasa manis renyah di mulut. Wafer ini hadir dengan beberapa varian rasa, umumnya ada 3 : Cokelat, Vanilla, dan Strawberry. Jajanan ini adalah salah satu jajanan favoritku. Aku biasa membeli porsi besarnya ketika hendak liburan keluar kota bersama teman-teman di sekolah.

Omong-omong soal Tang0, aku punya pengalaman buruk dan masih berkaitan dengan wafer yang wajib ada di setiap toko ini. Eits, tapi ini tidak seperti kelihatannya kawan-kawan. Jangan salah paham dulu. Dari pengalamanku ini, aku sama sekali tidak bermaksud menyudutkan jajanan enak yang selalu membuat moodku menjadi lebih baik ini. Hanya saja kejadian ini bertepatan ketika aku sedang gemar-gemarnya makan wafer ini. Nah, Jadi mohon disimak baik-baik ya. Beginilah ceritanya.

Kembali ke beberapa tahun yang lalu, saat aku masih duduk di bangku kelas 5 SD. Jika aku menyukai suatu makanan, maka aku akan membeli makanan itu setiap hari saking sukanya. Salah satunya adalah Tang0. Dan kebetulan sekali, tepat di sebelah rumahku ada warung yang menjualnya.

Setiap hari aku membeli Tang0 disana. Satu hari, dua hari, lima hari, sepuluh hari, aku selalu membeli Tang0 setidaknya 1 bungkus seharga 2.000 rupiah setiap hari. Kalau dapat uang jajan tambahan, tidak tanggung-tanggung aku membeli 2 sampai 3 bungkus. Ya! Saking doyannya! Sampai-sampai Mbak Ocha, sepupuku yang sedang kuliah perawatan, menegurku. “Kamu tiap hari makan Tang0, awas kena tipes lho!” Begitu katanya. Aku hanya angkat bahu. Memang ada yang salah dengan makan Tang0? Tang0 kan enak. Demikianlah pemikiranku waktu itu. Aku pun tetap membeli Tang0 setiap hari, biasanya sepulang sekolah. Bergegas ganti baju kemudian berlarian kecil menuju warung Bu Lilip, tetanggaku.

Jeng jeng. Dan sampailah kita di bagian paling fatal dari kebiasaanku. Semenjak aku langganan membeli jajanan ini, tidak jarang aku makan Tang0 sebagai pengganti nasi. Kalau lapar beli Tang0, kalau bosan makan Tang0. Tang0, Tang0, Tang0. Pokoknya Tang0! Tidak perlu makan nasi ataupun yang lain, asal Tang0 bikin kenyang, ya sudah. Ditambah lagi dengan aku yang tidak memperhatikan kebersihan di sekitarku. Hanya membilas tangan saat akan makan tanpa menggunakan sabun. Lengkap. Hal-hal sepele yang akan berdampak besar bagi diriku. 

Beberapa hari kemudian, tepatnya suatu hari, aku mengalami sakit perut yang sangat hebat. Sakit tak tertahankan. Aku tidak ingin beranjak dari kasur karena ulu hati terasa nyeri sekali. Minum membuatku mual dan aku tidak nafsu makan. Aku berpikir sakit perut ini hanya berlangsung sementara, tapi ternyata tidak. Sakitnya lama sekali sampai aku mulai berkeringat dingin. Suhu tubuhku terasa panas, apalagi di bagian dahi dan tenguk leher.

Mbak Ocha tak lama kemudian datang memeriksa. Setelah beberapa saat, Mbak Ocha bilang begini, “Opname saja,” aku bingung. Opname? Apa itu? Aku lantas berucap “hah? ” Karena tidak mengerti. “Diinfus, ” Jawab Mbak Ocha pendek. Seketika aku tertegun. Infus? Jarum suntik? Dimana? Aku mulai memikirkan banyak hal ketika mendengar kata itu. Membayangkan lenganku dimasukkan jarum suntik yang kecil tapi tajam menembus kulit, membuatku bergidik ngeri.

Mbak Ocha sedang bergurau kan? Pikirku.

Singkat cerita, Aku tiba di puskesmas Sukowono. Astaga! Ternyata aku sungguhan hendak diopname! Ucapku dalam hati. Aku diperiksa kembali di UGD sebelum dibawa ke dalam ruangan rawat inap. Aku didiagnosis penyakit tipes. Yap, betul kawan. Tipes. Persis seperti yang diucapkan mbak Ocha. Dirawatlah aku disana selama seminggu. Namun, waktu berjalan sangat lambat dan itu pengalaman yang tidak ingin aku ulangi lagi. Hari-hari pertama terasa berat. Makanan dan minuman yang diberikan terasa hambar dan aku tidak berselera menghabiskannya. Tapi ibu selalu membujukku, mengatakan jika aku bisa menghabiskan makanannya maka aku akan cepat keluar dari sana. Aku pun menurut. Tidak ada alasan lain lagi karena meskipun aku tidak ingin makan tapi aku harus tetap makan. Kalau tidak makan, ya kelaparan. Nah susah juga tuh.

Dan hal yang paling tidak aku senangi adalah saat pemberian ‘obat’. Tidak, kawan. Bukan obat berupa tablet yang kau minum sehabis makan. Tapi obat yang disuntikkan kedalam selang infus agar langsung mengalir ke dalam pembuluh darah, dan itu sangat menyakitkan. Sungguh. Seperti ada benda yang memaksa masuk melewati kulitmu dan kamu ingin itu cepat disingkirkan. Seperti itu rasanya.

Syukurlah aku mulai terbiasa pada hari keempat hingga pada hari ketujuh. Aku mulai merenungi banyak hal selama dirawat disana. Tentang ayah dan ibu yang bergantian menjagaku, tentang keluarga besar yang menjengukku tanpa henti, dan tentang doa orang-orang yang mengharapkan kesembuhanku. Ada perasaan terharu sekaligus malu. Ternyata banyak orang yang peduli denganku, tidak seperti yang kupikirkan sebelumnya. Awalnya aku merasa tidak ada yang benar-benar mempedulikanku ketika aku mulai merasa sakit, tapi ternyata ada kepedulian dan kasih sayang yang mereka sampaikan dengan caranya sendiri. Keluargaku menyayangiku, dan aku lega akan hal itu.

Hari terakhir, setelah melakukan proses pembayaran pelayanan rawat inap, akhirnya aku bisa pulang. Aku sangat senang karena aku tidak perlu lagi merasakan nyeri, baik kepala, perut maupun tangan karena bekas infus. Tapi aku masih dalam proses pemulihan. Aku masih harus mengonsumsi obat resep dokter dan beristirahat dengan cukup. Makanan dan minuman yang aku konsumsi juga diatur, memastikan bahwa semuanya mengandung gizi yang cukup dan seimbang.

Beberapa hari kemudian, aku akhirnya bisa kembali bersekolah. Ya, selama opname aku izin tidak masuk sekolah. Dan coba tebak? Saat aku tidak masuk, itu saat ujian sekolah dimulai! Aku tidak masuk selama seminggu, alhasil mengikuti ujian susulan di ruang guru seorang diri! Aduh!

Begitulah kejadiannya teman-teman. Sekarang kalian mengerti bagaimana aku bisa berakhir opname. Bukan karena Tang0, tapi cenderung ke pola makanku yang buruk. Aku juga tidak memperhatikan kebersihan sekitarku dengan baik. Jadi, Tang0 menjadi pengingat bahwa kejadian itu pernah terjadi. Dan itu menjadi pelajaran besar buatku. Sekarang aku berusaha mendahulukan kebutuhan pokok daripada kenikmatan sementara dari makanan atau minuman yang belum tentu sudah memenuhi standar gizi yang kubutuhkan. 

Tunggu tunggu tunggu. Lalu bagaimana dengan Tang0? Apa aku masih doyan makan jajanan itu? Ah, kawan. Tak perlu kau tanya dua kali. Varian cokelat dan Strawberry, itu duo favoritku.

Kawan, akhir kata dari ini adalah: jangan lupa untuk memenuhi standar kebutuhan gizi pokok kalian. Mendahulukan makan nasi, sayur, dan lauk pauk sebelum mengonsumsi makanan atau minuman ringan. Karena yang terjadi jika kalian melakukan sebaliknya, kondisi tubuh menjadi tidak baik. 

Sekian dariku, sampai jumpa lagi, dan semangat terus pejuang gizi!

Facebook
X
Threads
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Event Kami

IYD Challage 2024

Artikel Populer

Artikel Terkait

Translate »