Menjelang tahun baru, banyak orang mulai membagikan resolusi mereka untuk tahun berikutnya. Harapan-harapan seperti ingin jodoh, uang banyak, hingga menurunkan berat badan dan membentuk perut supaya kotak-kotak.
Apakah kamu salah satunya?
Bagi banyak orang, Januari menyimbolkan terbukanya lembaran buku baru, kesempatan meninggalkan kebiasaan buruk lama dan mulainya kebiasaan yang lebih sehat. Tanggal satu, kamu memakai sepatu olahraga pukul lima pagi. Semangatmu tinggi. Kamu jogging, sarapan sayur hijau dan bertekad mengurangi jajanan manis dan makanan berminyak. Dua minggu kemudian, semua resolusi tersebut dilupakan dan kamu kembali pada kebiasaan lama. Pak, pesan martabak spesial telur dua!
Konsisten untuk hidup sehat kok rasanya susah sekali, ya?
Padahal banyak orang di luar sana yang bisa. Apa kamu hanya malas? Apa usahamu kurang keras?
Tentu tidak.
Mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat tentu bukan hal yang mudah. Di tengah hiruk pikuk dan kesibukan dunia, bagaimana, ya, cara biar kita bisa menerapkan diet sehat yang konsisten?
Pertama-tama, mari kita lihat dulu kendala yang biasa dihadapi ketika hendak konsisten diet.
1) Pola Pikir Hitam dan Putih terkait Diet
Ketika memulai program diet, ada kecenderungan untuk mengkotak-kotakkan makanan sebagai makanan baik vs makanan jahat. Seperti tokoh FTV, kita memberikan peran protagonis dan antagonis kepada makanan—buah dan sayur adalah makanan baik, martabak manis adalah makanan jahat.
Minimnya pengetahuan terkait makro dan mikro nutrisi menjadikan kita mudah men-judge makanan-makanan yang dianggap jahat kemudian melarang makanan tersebut untuk dikonsumsi.
Kebiasaan ini cukup sering dilakukan. Ketika habis berolahraga, kamu mungkin pernah berpikir olahragamu akan terbuang sia-sia kalau setelahnya kamu makan nasi padang. Nasi Padang mengandung lemak dan karbohidrat dan karenanya harus dihindari. Lantas, apakah kamu harus memvonis diri sendiri tidak boleh makan masakan Padang seumur hidup?
Jika hari ini kamu diberitahu bahwa mulai besok kamu tidak boleh makan mi instan lagi, hal apa yang akan kamu lakukan sore ini? Kemungkinan, kamu akan makan mi instan sebanyak-banyaknya untuk terakhir kalinya. Beberapa hal semakin dilarang justru semakin tampak menggiurkan, bukan?
2) Kecenderungan melihat diet sebagai hukuman jangka pendek
Negara-negara di Asia terkenal akan beauty standards mereka yang mewajibkan kurus sebagai syarat berpenampilan menarik. Tak terkecuali di Indonesia. Hal ini kerap menciptakan diet-diet instan.
Pernahkah kamu melihat iklan diet seperti ini?
Program diet tersebut sering disebut dengan istilah crash diet. Tujuannya adalah mengurangi berat badan sebanyak mungkin secepat mungkin. Dalam prosesnya, crash diet seringkali menggunakan cara-cara yang cenderung ekstrem seperti konsumsi kalori seminim mungkin, olahraga keras, hingga penggunaan obat-obatan tertentu.
Masalahnya, setelah dietnya berhasil, lantas apa?
Crash diet didesain secara spesifik untuk mendapat hasil cepat dan karenanya nyaris mustahil diterapkan jangka panjang. Jika dilakukan, hal tersebut kemungkinan besar justru akan membahayakan tubuh.
Selain itu, studi menunjukkan bahwa mereka yang melakukan crash diet cenderung berisiko menaikkan kembali berat badan mereka di masa depan. Hal ini disebut dengan yo-yo dieting, dengan risiko seperti peningkatan gula darah, kolesterol, juga lemak. [1]
Terus gimana, dong?
Diet Tiap Orang Berbeda
Solusi pertama menuju diet yang konsisten adalah menyadari bahwa kebutuhan nutrisi tiap orang tidak sama. Sebagai pemula, jika kamu langsung meniru program diet fitness influencer yang sudah berlatih bertahun-tahun, normal kalau kamu justru merasa menderita.
Mulailah dengan melakukan modifikasi kecil pada gaya hidup. Alih-alih melarang makanan tertentu, cobalah untuk memasukkan menu makanan baru ke diet kamu.
Jika ingin mengurangi berat badan, kamu bisa mulai dengan menambah asupan protein. Protein membuatmu bertahan kenyang lebih lama, juga membantu proses pembentukan otot untuk mempercepat metabolisme dan membakar lemak. Asupan protein yang direkomendasikan adalah 1.2 sampai 1.5 gr per satu kilogram berat badan. Artinya, jika berat badanmu 60 kilogram, kamu harus mengonsumsi protein sebanyak 70-90 gram per harinya. Untungnya, di Indonesia protein cenderung murah. Setiap 100 gram tempe mengandung 19 gram protein. Makanan lain yang mengandung protein contohnya ayam, telur, tahu, ikan, dan masih banyak lagi.