Peduli Gizi Untuk Negeri

peduli gizi

Health Heroes – Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah anak terbesar keempat di dunia, yaitu dengan populasi sebanyak 80 juta jiwa (UNICEF, 2020). Hal ini merupakan tantangan utama bagi pemerintah dalam membangun generasi berkualitas suatu bangsa yang sehat, cerdas, dan produktif. Untuk menciptakan generasi berkualitas dimulai dari sumber daya manusia yang sehat. Pemenuhan gizi yang sempurna adalah salah satu faktor dalam menunjang kesehatan, utamanya pada 1000 hari perkembangan anak. Gizi adalah zat makanan pokok yang diperlukan bagi pertumbuhan dan kesehatan tubuh. Gizi dalam kaitannya dengan pembangunan suatu bangsa berkaitan dengan sumber daya manusia, karena gizi sebagai sentra untuk pembangunan manusia. Setiap orang berhak untuk mendapatkan gizi yang sempurna dalam masa pertumbuhan hingga dewasa. Tetapi apakah seluruh masyarakat di Indonesia telah mendapatkan gizi yang baik? jawabannya belum. Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyebut ada 21 juta warga Indonesia yang kekurangan gizi dan 21,6 persen anak mengalami stunting di tahun 2023. Sekitar 21 juta orang atau 7 persen dari populasi kekurangan gizi dengan asupan kalori per kapita harian di bawah standar Kementerian Kesehatan sebesar 2.100 kkal. Sementara pada tahun lalu ada 21,6 persen anak Indonesia berusia di bawah lima tahun mengalami stunting dengan rasio tinggi berbanding usia yang rendah. Sedangkan 7,7 persen lainnya menderita wasting alias rendahnya rasio berat badan berbanding tinggi badan.

Bagaimana negara kita dapat mencipatakn generasi yang berkualitas, apabila masih banyak masyarakat dan anak anak di Indonesia yang terkendala pada pemenuhan gizinya. Masalah gizi di Indonesia menjadi permasalahan serius pada saat ini karena kekurangan gizi pada awal kehidupan berdampak serius terhadap kualitas sumber daya mnusia di masa depan. Hal ini dikarenakan kurang gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan, berat badan lahir rendah, kecil, pendek, kurus, serta daya tahan tubuh yang rendah. Dalam perkembangannya, seorang anak yang kurang gizi akan mengalami hambatan perkembangan kognitif dan kegagalan pendidikan sehingga berakibat pada rendahnya tingkat produktivitas di masa dewasa. Pada tanggal 25 Januari 2023 bertepatan dengan Hari Gizi Nasional yang ke-63, Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) menyampaikan bahwa Indonesia mengalami beban ganda dalam dalam permasalahan gizi. Masalah gizi tersebut yaitu stunting, wasting, overweight, dan kekurangan zat gizi mikro. Angka stunting yang ada di Indonesia menurut data terakhir sebesar 21,6 persen. Jumlah tersebut masih tergolong tinggi, sehingga butuh upaya yang tepat untuk mengatasi target yang telah ditentukan. Lalu bagaimana sebenarnya upaya yang tepat untuk mengatasi permasalahan gizi di negeri ini? akan saya uraikan beberapa pendapat saya disini.

Sebenarnya ada banyak faktor yang melatarbelakangi fenomena ini. Namun, ada beberapa yang menjadi penyebab utama yaitu, tidak cukup tersedianya pangan di rumah tangga, kurang baiknya pola pengasuhan anak terutama dalam pola pemberian makan pada balita, kurang memadainya sanitasi dan kesehatan lingkungan serta kurang baiknya pelayanan kesehatan. Dari beberapa faktor diatas dapat diketahui yang mendasari dan menjadi poin utama adalah kondisi ekonomi.

Saya adalah gadis berusia 19 tahun. Saya tumbuh di desa yang terbilang cukup kecil disebuah kabupaten di ujung selatan. Saya lahir dari orang tua yang terbilang pada kondisi ekonomi pas pasan. Namun sejak kecil, orang tua saya telah memberikan yang terbaik kepada saya, sehingga saya merasa kebutuhan pokok saya terpenuhi dengan sangat baik. Bisa dibilang kondisi ekonomi pada daerah saya termasuk pada kategori yang cukup rendah, istilah “yang penting besok ada makan, Alhamdulillah” masih sangat melekat di lingkungan saya.

Saya sempat prihatin akan hal ini yang kemudian membawa rasa penasaran saya. Rasa penasaran saya tertuju pada beberapa ibu hamil di sekitar saya. Mereka pernah bercerita bahwa selama masa kehamilan tidak pernah minum susu, vitamin, ataupun makan makan yang mengandung protein contohnya saja telur. Sebenarnya saya tau apa penyebabnya dan hampir semua ibu hamil di lingkungan saya mengalami kondisi yang sama. Sempat bertanya apakah dari pos layanan kesehatan tidak memberikan bantuan berupa susu atau vitamin, jawabannya tidak. Mereka harus membeli sendiri dengan harga yang terbilang cukup mahal. Bisa dibilang untuk memenuhi vitamin pada saat hamil merupakan hal yang sangat susah, mereka masih mempertimbangkan kebutuhan nutrisi dengan kebutuhan pokok mereka. Sempat juga saya melihat anak anak kecil atau bisa dibilang balita biasanya tiap beberapa minggu sekali akan dicek di layanan kesehatan. Ini merupakan program dari desa. Saya penasaran apa saja sebanarnya yang dilakukan disana. Ternyata pos pelayanan kesehatan hanya melayani pengukuran berat badan dan tinggi badan balita. Tiap melakukan pengecekan ditulis dalam suatu buku untuk melihat perkembangan anak-anak. Mengapa hanya melakukan itu? petugas hanya tahu tiap bulan berat badan dan tinggi badan naik berapa, tapi saya tidak pernah tahu ada upaya dalam mendukung pertumbuhan dengan gizi yang baik pada anak anak kecil atau balita.

Pemerintah dalam upaya membebaskan Indonesia dari fenomena kekurangan gizi bisa dimulai dan diperhatikan dari desa-desa kecil. Saya berharap beberapa layanan kesehatan pada ibu hamil dan balita dapat memberikan fasilitas terbaik yang mendukung upaya perbaikan gizi. Sebagai contoh mengadakan program sosialisasi pada ibu hamil, memberian susu gratis pada ibu hamil tiap dua minggu sekali, pemberian vitamin gratis, serta pemberian makanan dengan protein yang tinggi untuk ibu hamil. Saya juga berharap pada layanan kesehatan yang ada di desa yang khusus untuk memantau pertumbuhan balita tidak hanya sekadar mengukur berat dan tinggi badan saja, tetapi dapat mengadakan program seperti rumah sehat bagi balita, dimana dapat memberikan dukungan dalam pemenuhan gizi. Program yang dapat dijalankan seperti, pemberian vitamin, pemberia susu gratis bagi anak berusah 0-12 bulan, pemberian makanan yang mengandung vitamin, dan program imunisasi tanpa dipungut biaya. Memang tidak mudah untuk membuka kesadaran kepada masyarakat terkait pentingnya gizi, tetapi apabila terdapat upaya-upaya yang bisa dijalankan, kenapa tidak? Dimulai dari desa kecil yang peduli tentang pentingnya gizi dapat berdampak baik pada cita-cita negeri bebas dari keterbatasan gizi. Sebagai pelopor kesehatan juga harus selalu memberikan sosialisasi yang terbaik terkait gizi dan pentingnya gizi dalam mempengaruhi perkembangan kehidupan. Saya percaya proses yang akan menghasilkan kontribusi nyata walaupun hanya sedikit langkah kecil akan sangat berpengaruh daripada tidak melangkah sama sekali. Mari bersama menjadikan Indonesia emas dengan sumber daya yang berkualitas. Bersama kita, Peduli Gizi untuk Negeri.

Referensi :

Indonesia, C. (2023) ’21 Juta Warga RI Kekurangan Gizi dan 21,6 Persen Anak Stunting,’ Nasional, 9 July. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230709144437-20-971275/21-juta-warga-ri-kekurangan-gizi-dan-216-persen-anak-stunting.

Indonesia, C. (2023b) ‘Pemprov DKI Terus Data Stunting, Minta Publik Tak Heran soal Kenaikan,’ Nasional, 11 July. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230711132723-20-972029/pemprov-dki-terus-data-stunting-minta-publik-tak-heran-soal-kenaikan.

UNICEF. (2020) Situasi Anak di Indonesia ttps://www.unicef.org/indonesia/sites/unicef.org.indonesia/files/2020-07/Situasi-Anak-di-Indonesia-2020.pdf

Yuliana, W., Hakim, B.N. (2019) Darurat Stunting dengan Melibatkan Keluarga. Yayasan Ahmar Cendekia Indonesia.

Facebook
X
Threads
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Event Kami

IYD Challage 2024

Artikel Populer

Artikel Terkait

Translate »