Dear Sobat, pernah nggak sih dapat komentar nyinyir di medsos yang bikin sakit hati? Di balik serunya scroll timeline, ada sisi gelap yang namanya cyberbullying. Mungkin awalnya seperti becandaan, tapi dampaknya bisa berat, lho! Yuk, kenali lebih jauh biar kita bisa lebih bijak menjaga diri di dunia maya.
Istilah cyberbullying tentunya sudah tidak asing lagi di telinga kita. Apalagi saat ini, Sobat bisa melihat banyaknya kasus cyberbullying yang terjadi di media sosial. Sebagai generasi Z yang sangat aktif di dunia digital dan berinteraksi di dunia maya, sangat penting untuk kita memahami isu terkait cyberbullying atau yang biasa juga dikenal dengan istilah perundungan digital.
Apa itu Cyberbullying?
Menurut definisi UNESCO, cyberbullying adalah perilaku berulang yang ditujukan untuk menakuti, membuat marah, atau mempermalukan mereka yang menjadi sasaran. Di Indonesia sendiri, kondisi cyberbullying ini sangat memprihatinkan.
Data dari Kominfo dan KPAI menunjukkan bahwa kasus cyberbullying terhadap anak cenderung mengalami pelonjakan dalam lima tahun terakhir. Pada tahun 2019, terdapat 2.000 kasus cyberbullying, tetapi hingga pertengahan tahun 2023 jumlahnya telah melampaui 4.000 kasus.
Studi UNICEF juga menemukan bahwa 45 persen remaja di Indonesia pernah mengalami cyberbullying, mulai dari pelecehan melalui aplikasi chatting hingga penyebaran foto/video tanpa izin. Adapun platform digital yang sering menjadi tempat cyberbullying adalah WhatsApp, Instagram, dan Facebook.

Ironisnya, terdapat ketimpangan gender dalam kasus cyberbullying ini. Sebuah penelitian dari OECD menyatakan bahwa media sosial sebagai tempat terjadinya cyberbullying dapat memberikan dampak yang lebih negatif bagi remaja perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Penelitian yang sama juga menemukan bahwa remaja perempuan lebih rentan terkena kasus cyberbullying dibandingkan remaja laki-laki, yakni dengan perbandingan 12% kasus remaja perempuan dan 8% kasus remaja laki-laki.
Serangan yang diterima perempuan bahkan dapat berasal dari Orang Tidak Kenal (OTK). Komnas Perempuan menemukan bahwa terdapat 278 kasus kekerasan yang menimpa perempuan berasal dari OTK dan terjadi di ruang online. Bentuk kekerasan ini antara lain modus penyebaran foto korban di media sosial atau pelaku yang mengirimi korban gambar/video.
Sayangnya lagi, banyak tindakan cyberbullying yang sering berlindung di balik kata ‘bercanda’ sehingga pelaku atau bahkan korban sendiri tidak menyadari cyberbullying tersebut. Karena pengakuan atas kata bercanda itu pula lah akhirnya berbagai bentuk cyberbullying banyak dinormalisasi oleh masyarakat.
Bentuk-bentuk Cyberbullying
Untuk terhindar dari perilaku cyberbullying, Sobat perlu mengetahui beberapa bentuk cyberbullying sehingga dapat menjadi lebih waspada. Kebanyakan bentuk cyberbullying ini adalah hal-hal yang sudah sering kita jumpai di media sosial. Berikut merupakan bentuk-bentuk dari cyberbullying:
- Harrassment;
berupa tindakan mengirim pesan atau komentar jahat yang bernada ancaman atau hinaan secara berulang-ulang melalui platform digital untuk melecehkan seseorang.
- Flaming;
berupa tindakan adu kata-kata kasar dan serangan personal dalam diskusi yang terjadi di forum online.
- Fraping;
berupa tindakan mengakses akun media sosial orang lain secara diam-diam tanpa izin dan memposting konten yang memalukan atau merusak reputasi sang pemilik akun.
- Exclusion;
berupa tindakan mengucilkan atau mengasingkan seseorang secara online sehingga korban merasa terisolasi.
- Denigration;
berupa tindakan menyebarkan komentar atau rumor negatif secara online untuk merendahkan atau menghina reputasi seseorang.
- Cyberstalking;
berupa tindakan pengintaian digital yang mengganggu secara terus-menerus, seperti mengawasi, mengirim pesan, atau mengancam seseorang secara online.
- Trolling;
berupa tindakan memprovokasi orang lain dengan komentar negatif atau merendahkan secara online dengan tujuan memancing kemarahan atau perdebatan.
- Doxing;
berupa membocorkan informasi pribadi seseorang, seperti alamat, nomor telepon, atau identitas lain, di internet tanpa izin dengan tujuan mengintimidasi, mengancam, atau menyakiti korban.
Penyebab Perilaku Cyberbullying
Setelah tahu berbagai bentuk cyberbullying, pasti Sobat bertanya-tanya, kenapa sih orang, khususnya remaja bisa sampai melakukan hal seperti itu? Faktanya, perilaku cyberbullying sering kali muncul dari berbagai alasan yang kadang tidak disadari oleh pelakunya sendiri. Mulai dari rasa iri, ingin mencari perhatian, sampai tekanan sosial di dunia maya. Mari kita pelajari bersama!
- Adanya kecemburuan atau kompetisi sosial
Dalam masa pencarian jati diri, khususnya pada era digital, tidak jarang para remaja berlomba-lomba untuk menjadi pribadi yang paling unggul dibandingkan teman sebayanya. Salah satunya disimbolkan melalui jumlah followers maupun likes pada akun media sosial mereka. Nah, jika remaja tidak mampu bersaing dalam cara yang suportif, kompetisi tersebut dapat berubah menjadi persaingan yang tidak sehat.
Persaingan yang tidak sehat ini ditandai dengan remaja menghalalkan tindakan-tindakan negatif untuk menjatuhkan lawannya. Dengan karakteristik media sosial yang sangat mudah menyebarkan informasi dalam waktu sangat singkat, maka cyberbullying adalah salah satu senjata ampuh dalam persaingan ini.
- Tekanan sosial dan ekspektasi di dunia maya
Ketika presentasi diri di media sosial menjadi “kewajiban”, maka di dalamnya juga terdapat tekanan untuk tampil sempurna. Akibatnya, banyak remaja merasa perlu mengkritik atau merendahkan orang lain agar bisa terlihat lebih baik, atau sekadar untuk mendapat validasi dari teman-teman online.
Akhirnya, muncul komentar-komentar jahat, meme yang menyindir, atau bahkan tindakan lebih ekstrem seperti menyebarkan rumor atau menghina penampilan orang lain. Sayangnya, semua ini terjadi demi memenuhi ekspektasi yang sebenarnya tidak realistis di dunia maya, di mana kesempurnaan sering kali hanya ilusi. Wah, ngeri ya, Sobat!
- Fenomena Anonimitas
Media sosial memungkinkan seseorang untuk tampil secara anonim, bahkan dalam beberapa akun sekaligus. Dengan berlindung di balik akun anonim ini, remaja memiliki rasa “aman” untuk melakukan bullying tanpa diketahui identitasnya atau tanpa konsekuensi langsung.
- Prasangka Gender
Selain itu, tindakan cyberbullying ini juga ternyata dapat dipicu oleh prasangka gender, lho, Sobat. Prasangka gender ini sendiri mengacu kepada kepercayaan masyarakat tentang bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperilaku. Body shaming adalah salah satu contoh cyberbullying yang disebabkan dari prasangka gender, khususnya tentang stereotip bahwa perempuan harus berpenampilan tertentu.
Tentu Sobat tidak jarang melihat unggahan para perempuan yang dinilai tidak memenuhi standar kecantikan yang dianggap ideal akan mendapatkan berbagai komentar jahat dalam laman media sosialnya. Selain itu, ketika perempuan berani menyampaikan pendapat mereka di platform digital, seringkali pula perempuan dihujani komentar seksis yang merendahkan fisik mereka, daripada fokus pada argumen yang disampaikan.
Lebih jauh lagi, prasangka gender juga terlihat dalam serangan digital yang menyerang peran dan pilihan hidup perempuan. Perempuan yang memilih jalur karir yang dianggap bukan berada pada ranah domestik, kerap menjadi sasaran cyberbullying. Serangan semacam ini tidak hanya bertujuan merendahkan perempuan, tetapi juga membatasi ruang gerak mereka di dunia digital, memaksa mereka untuk “tetap pada tempatnya” sesuai dengan ekspektasi sosial yang bias gender.
Nah, Sobat, setelah mengenal berbagai bentuk dan penyebab cyberbullying, penting bagi kita untuk semakin sadar akan ancaman nyata yang ada di dunia maya. Sebagai generasi yang tumbuh bersama teknologi digital, Sobat perlu lebih bijak dalam berinteraksi, baik dengan teman maupun orang asing.
Cyberbullying bukan hanya tentang komentar nyinyir atau lelucon, tetapi bisa berdampak serius pada mental dan kehidupan seseorang. Dengan mengenali bentuk-bentuk cyberbullying serta penyebab di balik perilakunya, kita bisa menjadi lebih peka terhadap situasi dan menghindari terjebak dalam lingkaran negatif di dunia maya.
Di artikel berikutnya, kita akan mengulas lebih dalam tentang dampak cyberbullying terhadap kesehatan mental dan kesejahteraan korban. Dampak ini tidak bisa dianggap remeh, karena banyak yang merasa terisolasi, cemas, bahkan depresi setelah menjadi sasaran perundungan online. Tungguin update artikel dari MinRise, ya!
Yuk, Sobat, terus tingkatkan kesadaran dan pastikan kita tidak hanya paham bentuk dan penyebab cyberbullying, tetapi juga siap untuk bersikap lebih bijak di dunia digital dan menjaga lingkungan online tetap positif!
Referensi:
Octaviyani, P. R. (September, 2024). Survei: Bullying dan Judi Online Jadi Kekerasan Digital pada Anak Paling Sering Muncul di Medsos. Media Indonesia. https://mediaindonesia.com/humaniora/688347/survei-bullying-dan-judi-online-jadi-kekerasan-digital-pada-anak-paling-sering-muncul-di-medsos
Raharjo, G. B. (n.d). 10 Macam Perilaku Cyberbullying dan Dampaknya. Social Connect. https://socialconnect.id/articles/10-Macam-Perilaku-Cyberbullying-dan-Dampaknya
Savitri, D. (Mei, 2024). Sisi Gelap Media Sosial bagi Anak & Kaum Perempuan: Cyberbullying-Stereotip Gender. Detik. https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-7352357/sisi-gelap-media-sosial-bagi-anak-kaum-perempuan-cyberbullying-stereotip-gender
UNICEF. (n.d). Cyberbullying: Apa itu dan Bagaimana Menghentikannya?. UNICEF. https://www.unicef.org/indonesia/id/child-protection/apa-itu-cyberbullying