Sebagai anak kos, pasti sudah tidak asing dengan makanan pinggir jalan dengan harga yang terjangkau. Apalagi ketika lapar, apapun yang dijual pedagang tampak lezat dan menarik untuk dimakan. Tak terkecuali aku sebagai mahasiswa kampus negeri di Surabaya. Memilih makan adalah hal yang sulit dilakukan. Hal ini disebabkan pilihan makanan di sekitar kampus yang beragam dan harga yang dipatok juga terjangkau membuat aku dan teman-temanku selalu kebingungan jika ditanya mau makan apa. Tapi ada satu makanan favorit teman-temanku, yaitu sate ayam.
Sate ayam ini harganya murah, dengan 10 ribu rupiah kamu bisa mendapatkan tujuh tusuk sate ayam dengan nasi putih. Potongan ayamnya juga lebih besar dari sate ayam biasanya. Lokasinya cukup dekat kampus, bahkan jika berjalan kaki hanya sekitar 200 meter dari gerbang depan. Penjualnya ramah, tempat jualannya pun bersih meskipun berada di bahu jalan. Memang tempat jualannya tidaklah besar, hanya gerobak sate dan alat bakarnya ditambah 4 kursi hijau sebagai tempat pembeli untuk duduk menunggu. Meskipun begitu ia tak pernah sepi pelanggan, dari jam 4 sore buka hingga malam pasti ada saja pembeli yang berjubel mengantri, ditambah lagi ketika jam pulang kuliah antrian mahasiswa yang lapar ingin segera makan. Biasanya mereka makan di tempat dan mengemper di kiri kanan gerobak sate.
Pilihan sate ayam ini cukup banyak di sekitar kampus, namun perbedaan yang paling mencolok adalah harga. Sedikit jauh dari lokasi sate ayam 10 ribu, terdapat penjual sate ayam namun harga yang ditawarkan adalah 15 ribu/10 tusuk namun belum termasuk nasi. Ya jika ingin makan sate bersama nasi atau lontong masih harus keluar uang 20 ribu. Sate yang dijual pun berbeda dari sate sebelumnya, bentuk satenya lebih kecil dari sate 10 ribuan. Tempat jualannya sama di bahu jalan namun memang tidak seramai sate yang satunya. Jika disuruh memilih, teman-temanku selalu memilih sate yang pertama dan sate kedua adalah pilihan kedua jika sate yang pertama ramai atau tidak buka.
Sebenarnya aku dan temanku sedikit menaruh curiga, harga sate pertama terlalu murah jika dibandingkan sate biasanya. Bagaimana tidak, porsi sate yang berbeda dan harga yang hampir setengahnya kami curiga dengan sate yang pertama. Dari segi rasa sebenarnya sama. Namun tetap saja, jika bingung mau makan apa, sate ayam masih menjadi jawaban.
Kecurigaan kami terjawab ketika ada riset yang mengambil sampel sate ayam ini untuk diuji di lab. Riset ini dilakukan dengan sampel makanan dan minuman yang dijual di dekat kampus. Hasil yang mencengangkan adalah kandungan yang ada pada sate ini. POSITIF FORMALIN! Ya, hasil uji lab makanan ini menyatakan bahwa sate ayam yang biasanya dibeli mahasiswa di depan kampus ini positif mengandung formalin. Kaget dan takut itu yang teman-temanku rasakan.
Informasi sate formalin tutup ini cepat menyebar, apalagi di sosial media. Banyak yang mengungkapkan sering memakan sate 10 ribuan. Banyak juga yang mulai khawatir tentang kesehatan, apalagi dampak formalin itu berkepanjangan mulai dari kanker, leukemia, dan penyakit ganas lainnya. Formalin yang seharusnya digunakan untuk pembersih malah dicampur ke makanan.
Makanan yang murah, banyak, dan enak kadang memang selalu menarik untuk dibeli. Apalagi yang punya keterbatasan waktu jika harus memasak atau tidak memiliki banyak uang untuk beli makanan yang mahal. Kuncinya sebenarnya bukan tentang makanan yang mahal atau enak tapi makanan yang sehat. Seharusnya kita harus lebih waspada pada makanan yang dijual dengan harga yang lebih murah dari biasanya. Tentunya di balik perbedaan harga pasti ada perbedaan kualitas dan rasa. Kuncinya, lebih bijak lagi dalam memilih makanan, jangan hanya tergiur karena murah. Pastikan harganya tidak berbeda jauh dengan makanan sejenis lainnya. Bijak memilih makanan yang sehat untuk masa depan yang lebih hebat.