Diversifikasi Pangan Lokal sebagai Strategi Ketahanan Pangan Nasional di Tengah Ketergantungan terhadap Beras

 

Menggantungkan makanan pokok hanya pada beras merupakan hal yang sangat disayangkan bagi negeri agraris seperti Indonesia. Dengan keragaman hayati dan budaya kuliner yang kita miliki, kita perlu mempertanyakan: benarkah beras satu-satunya pilihan bagi masyarakat untuk dipergunakan sebagai bahan makanan pokok di Indonesia? Berdasarkan data yang dirilis oleh United States Department of Agriculture (USDA), Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara dengan konsumsi nasi tertinggi di dunia.

Keberadaan nasi putih yang dijadikan sebagai bahan makanan pokok masyarakat Indonesia telah melewati proses historis yang cukup panjang. Sebetulnya ketergantungan masyarakat terhadap beras sudah ada sejak zaman kerajaan Mataram, ini merupakan dampak dari adanya budidaya padi oleh Tiongkok yang melakukan migrasi penduduk ke berbagai daerah di Asia Timur seperti Jepang lalu menuju Taiwan, Filipina, Sulawesi hingga kemudian ke bagian Jawa. 

Kemudian pada masa kolonial, pemerintah Hindia Belanda mulai mengembangkan pertanian padi untuk memenuhi kebutuhan pangan sekaligus kepentingan ekonomi, terutama di daerah-daerah dengan irigasi teknis. VOC juga melakukan monopoli atas perdagangan di Nusantara, dan beras dijadikan sebagai alat politik untuk dikirimkan ke berbagai pulau yang berada di luar Jawa. Memasuki era Orde Lama, fokus pemerintah Indonesia saat itu lebih diarahkan pada kedaulatan pangan, meski keterbatasan teknologi dan infrastruktur membuat produksi padi belum maksimal. Baru pada masa Orde Baru, ekspansi padi dilakukan secara besar-besaran melalui program intensifikasi pertanian, revolusi hijau, serta swasembada pangan, yang menjadikan beras semakin dominan sebagai satu-satunya makanan pokok di berbagai wilayah.

Ketergantungan yang tinggi masyarakat terhadap beras menyebabkan pangan lokal lainnya semakin terpinggirkan, padahal Indonesia sendiri tentu mempunyai ragam sumber karbohidrat yang kaya dan sesuai dengan kondisi alam yang dimiliki oleh tiap daerah. Diversifikasi pangan menjadi sebuah upaya penting untuk membangun sistem pangan yang lebih tangguh, adil, dan berkelanjutan. Menggantikan padi dengan sumber pangan lokal lain yang mengandung karbohidrat dapat dijadikan sebagai sebuah pilihan untuk menunjang ketahanan pangan yang ada di Indonesia. Berbagai jenis sumber karbohidrat yang tentu dapat menjadi alternatif dan dieksplorasi keberadaannya seperti misal berbagai jenis umbi- umbian, sorgum, jagung dan juga sagu. 

Di pulau Jawa, masyarakat dapat memanfaatkan jagung, serta berbagai jenis umbi-umbian seperti singkong, talas dan ubi jalar sebagai alternatif sumber karbohidrat pengganti beras. Bahan pangan ini tidak hanya mudah dibudidayakan di lahan kering, tetapi juga memiliki nilai gizi yang cukup tinggi dan beragam potensi olahan lokal yang kaya cita rasa. Untuk masyarakat di pulau Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi, selain umbi- umbian dan juga jagung, masyarakat dapat memanfaatkan tanaman sagu sebagai sumber karbohidrat yang lain pengganti beras. Sagu merupakan jenis tanaman yang dapat tumbuh di lahan basah dan juga area rawa yang tentu akan dengan mudah dijumpai di pulau- pulau tersebut.

Daerah lain seperti Papua, Maluku dan juga Nusa Tenggara, sorgum dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pangan lokal pengganti beras. Tanaman ini mampu tumbuh di lahan kering dan minim air, sehingga sangat cocok dengan kondisi iklim dan geografis wilayah tersebut. Selain itu, sorgum memiliki kandungan serat dan zat besi yang tinggi, serta dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan seperti bubur, nasi sorgum, hingga tepung untuk kue dan roti. Sebelum beras masif dikenalkan ke daerah Indonesia Timur, sorgum merupakan primadona yang menjadi sumber karbohidrat utama bagi masyarakat. Tanaman ini tumbuh baik di lahan tandus, tahan kekeringan, dan mudah diolah menjadi berbagai makanan tradisional. 

Dengan menghidupkan kembali konsumsi pangan lokal sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah, Indonesia memiliki peluang besar untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras sebagai satu-satunya sumber pangan utama. Diversifikasi pangan berbasis kearifan lokal tidak hanya menciptakan sistem pangan yang lebih resilien dalam menghadapi tantangan perubahan iklim, krisis global, dan fluktuasi harga pasar internasional, tetapi juga mampu memperkuat kemandirian pangan nasional dari tingkat rumah tangga hingga skala negara.

Terlebih lagi, secara historis, masyarakat Indonesia telah mengonsumsi berbagai jenis bahan pangan lokal seperti sagu, jagung, singkong, dan umbi-umbian jauh sebelum beras mendominasi sebagai makanan pokok melalui berbagai intervensi kebijakan. Oleh karena itu, mengembalikan fungsi dan posisi pangan lokal bukan sekadar bentuk pelestarian budaya, melainkan langkah strategis dalam membangun sistem pangan yang adil, berkelanjutan, dan sesuai dengan kondisi ekologi serta sosial masyarakat Indonesia yang sangat beragam.

#LokalBergizi #UrbanFutures #PanganLokal #OrangMuda #AksiMuda #ClimateJustice #KeadilanIklim #Youthivist #DigitalYouthActivism

Facebook
X
Threads
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Event Kami

Ruang Kata 4

Artikel Populer

Artikel Terkait

Translate »