Potret Krisis Ketahanan Pangan
Indonesia saat ini menghadapi situasi paradoksal yang mengkhawatirkan. Sebagai negara dengan lahan pertanian terluas di Asia Tenggara, Indonesia justru menjadi salah satu pengimpor pangan terbesar, terutama beras. Setiap tahun, ratusan ribu ton beras diimpor dengan nilai mencapai miliaran rupiah, yang pada akhirnya melemahkan ketahanan pangan nasional. Ketergantungan tinggi terhadap impor beras membuat Indonesia semakin rentan terhadap fluktuasi harga pangan global dan kebijakan proteksionisme dari negara-negara pengekspor. Pada tahun 2023, Indonesia mencatat impor beras sebesar 3,06 juta ton, sementara proyeksi untuk tahun 2024 diperkirakan mencapai 5,17 juta ton. Jika angka ini terealisasi, Indonesia berpotensi menjadi negara pengimpor beras terbesar di dunia, sebuah ironi bagi negara agraris dengan lahan pertanian yang begitu luas .
Akar permasalahan ini bukan sekadar rendahnya produktivitas lahan, melainkan kompleksitas sistemik yang belum tertangani. Petani tradisional semakin menua, sementara generasi muda enggan terjun ke sektor pertanian karena dianggap tidak menjanjikan. Di sisi lain, infrastruktur pertanian masih tertinggal dan belum mampu mendukung peningkatan produksi secara signifikan. Sistem pertanian warisan kolonial pun belum sepenuhnya direformasi agar sesuai dengan kebutuhan dan tantangan Indonesia di era modern.
Petani Muda: Agen Transformasi Digital
Fenomena yang terjadi sekarang ini dikenal sebagai “aging farmers”, di mana proporsi petani muda semakin menurun seiring dengan berjalannya waktu. Dalam sepuluh tahun terakhir, persentase petani muda yang berusia di bawah 34 tahun hanya mencapai 11,5%, mengalami penurunan dibandingkan satu dekade sebelumnya yang masih mencatat angka 12,8%. Tren ini menunjukkan bahwa sektor pertanian semakin ditinggalkan oleh generasi muda, yang lebih memilih sektor industri dan jasa sebagai pilihan karier yang dianggap lebih menjanjikan.Generasi muda bukan hanya harapan masa depan, tetapi juga merupakan kunci ketahanan pangan Indonesia. Dengan potensi yang besar dan kemampuan untuk beradaptasi dengan teknologi, mereka dapat mengembalikan kejayaan sektor pertanian yang selama ini terabaikan.
Pemberdayaan petani muda di Indonesia merupakan langkah penting untuk mencapai ketahanan pangan dan regenerasi sektor pertanian. Berikut adalah solusi kebijakan yang dapat diimplementasikan oleh pemerintah untuk mendukung petani muda:
1. Program Youth Entrepreneurship and Employment Support Services (YESS)
Program YESS bertujuan untuk mendorong minat generasi muda di sektor pertanian melalui pelatihan kewirausahaan, literasi keuangan, dan pendampingan usaha. Sejak diluncurkan, program ini berhasil menjangkau lebih dari 278 ribu petani muda, membekali mereka dengan keterampilan teknis dan akses modal usaha untuk membangun bisnis pertanian yang lebih produktif dan berkelanjutan.
Implementasi Lebih Lanjut:
- Perluasan cakupan program ke daerah terpencil dan desa tertinggal yang memiliki potensi pertanian tinggi.
- Kolaborasi dengan startup agritech untuk memadukan pelatihan berbasis teknologi digital, seperti penggunaan Internet of Things (IoT) dan platform e-commerce untuk pemasaran hasil pertanian.
2. Skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) Khusus untuk Petani Muda
Mengembangkan skema KUR dengan bunga rendah, tenor pinjaman yang panjang, dan persyaratan yang lebih fleksibel dapat memberikan solusi terhadap kendala akses permodalan yang sering dihadapi petani muda. Dengan skema ini, generasi muda dapat lebih mudah memulai usaha tani, mengakses teknologi, dan meningkatkan produktivitas pertanian.
Implementasi Lebih Lanjut:
- Membentuk KUR berbasis proyek untuk sektor pertanian modern seperti hidroponik, aquaponik, atau smart farming.
- Memberikan pendampingan khusus bagi penerima KUR agar penggunaan modal lebih efektif dan produktif.
3. Pendidikan Pertanian Modern
Merancang kurikulum pertanian modern di sekolah menengah kejuruan (SMK), perguruan tinggi, dan mendirikan akademi pertanian digital di setiap provinsi akan menjadi langkah strategis untuk mencetak petani muda yang inovatif dan berpengetahuan luas. Pendidikan ini harus mencakup praktik pertanian berkelanjutan, penggunaan teknologi digital, dan pengembangan kewirausahaan di bidang agribisnis.
Implementasi Lebih Lanjut:
- Integrasi program magang di perusahaan agribisnis dan teknologi pertanian.
- Pemanfaatan teknologi simulasi dan digital, seperti platform e-learning, untuk menjangkau lebih banyak calon petani muda.
- Mendorong lahirnya research center yang fokus pada inovasi pertanian di perguruan tinggi.
Transformasi atau Krisis Pangan
Krisis ketahanan pangan bukanlah sekadar ancaman ekonomi, melainkan juga tantangan eksistensial bagi Indonesia. Sebagai negara agraris dengan lahan pertanian terluas di Asia Tenggara, Indonesia justru menjadi pengimpor pangan terbesar, yang menunjukkan bahwa kita sedang menghadapi masalah mendalam yang memerlukan perhatian serius. Di tengah bayang-bayang krisis, terdapat secercah harapan: generasi muda. Mereka bukan hanya konsumen pangan, tetapi juga arsitek utama transformasi sektor pertanian Indonesia.
Indonesia kini berada di persimpangan sejarah. Kita memiliki pilihan untuk tetap terjebak dalam siklus ketergantungan impor atau bangkit dan membangun kedaulatan pangan berbasis kreativitas dan teknologi. Petani muda adalah kunci utama perubahan ini. Saatnya untuk tidak hanya berbicara tentang ketahanan pangan, tetapi mengambil tindakan konkret. Saatnya Indonesia tidak hanya menjadi negara agraris, tetapi juga produsen pangan global yang mandiri dan inovatif.
Inilah momentum yang kita tunggu untuk mengubah tantangan menjadi peluang. Dengan semangat, visi, dan aksi nyata dari generasi muda, kita bisa menciptakan perubahan besar yang akan memperkuat ketahanan pangan Indonesia di masa depan. Petani muda bukan hanya bagian dari solusi; mereka adalah solusi itu sendiri.
#RuangKata #PetaniMuda #KetahananPangan