Saat pertama kali mendengar tentang urban farming, saya langsung tertarik. Urban farming atau pertanian perkotaan adalah cara bertani di area terbatas, seperti pekarangan rumah, balkon, atau bahkan atap gedung. Konsep ini menjadi solusi bagi mereka yang tinggal di wilayah perkotaan namun ingin tetap menanam sayuran atau tanaman pangan sendiri. Dengan lahan kecil, urban farming memanfaatkan teknologi sederhana untuk menghasilkan panen yang cukup, baik untuk kebutuhan keluarga maupun lingkungan sekitar.
Inspirasi saya datang dari beberapa unggahan di media sosial yang menunjukkan hasil urban farming di kota-kota besar. Mereka hanya menggunakan pekarangan rumah yang kecil untuk menanam sayuran, dan dari situ saya terpikir untuk mencoba menerapkannya di wilayah saya sendiri, Manggarai Barat. Namun, saya ingin membuktikan dulu bahwa ini bisa berhasil sebelum mengajak warga setempat. Saya tahu, di sini masyarakat cenderung menunggu hasil nyata sebelum mereka benar-benar tertarik untuk terlibat.
Saya pun memulai langkah pertama dengan membuat kebun kecil di pekarangan rumah. Proyek kecil ini tak hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadi, tetapi saya juga melihatnya sebagai kesempatan untuk berbagi ilmu dengan anak-anak muda di daerah ini. Puji Tuhan, ada beberapa remaja di lingkungan yang tertarik untuk ikut serta dalam urban farming setelah melihat potensinya. Kami pun memutuskan untuk memulai dari yang paling dasar: membuat pupuk kompos dari kotoran sapi.
Pupuk kompos adalah kunci utama dalam urban farming kami. Kami mengumpulkan bahan-bahan organik dari sekitar, mulai dari sisa dapur hingga dedaunan yang gugur. Kami belajar bersama bagaimana cara membuat kompos yang baik, mulai dari proses fermentasi hingga pemilihan bahan yang tepat. Setelah kompos siap, kami memanfaatkannya untuk kebun kecil di pekarangan rumah. Meski lahannya sempit, kami berhasil membuat beberapa bedengan untuk menanam sayuran lokal.
Tahap berikutnya adalah mengedukasi warga sekitar. Kami memperkenalkan urban farming dengan menunjukkan hasil nyata dari kebun kami. Dengan cara ini, kami tak hanya memanfaatkan lahan terbatas, tetapi juga mulai mempromosikan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan. Kami tunjukkan cara membuat pupuk kompos, menanam di lahan kecil, hingga merawat tanaman hingga siap panen. Warga yang awalnya ragu, kini mulai melihat hasilnya dan tertarik untuk mencoba.
Langkah kecil ini menjadi awal dari gerakan urban farming di Manggarai Barat. Kami berharap, seiring waktu, semakin banyak warga yang terlibat dalam gerakan ini dan mulai memanfaatkan pekarangan rumah mereka untuk menanam tanaman pangan sendiri. Urban farming bukan hanya soal bercocok tanam di perkotaan, tetapi juga menjadi solusi untuk menjaga ketahanan pangan di tengah keterbatasan lahan pertanian.
Melalui usaha bersama ini, saya yakin Manggarai Barat bisa menjadi wilayah yang mandiri pangan, dengan urban farming sebagai salah satu langkah awal menuju masa depan yang lebih baik.
satu Respon
Kerenn💪